HEADLINE

Adian: Mencari Tahu Kehendak Rakyat soal Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

 

Nasional;Jejakhukumindonesia.com, Sebenarnya perpanjangan masa jabatan presiden itu merupakan kehendak rakyat atau bukan? Bagaimana untuk mengetahuinya? Apakah melalui partai politik dengan perwakilan kursi di parlemen, melalui surveobatau analisa big data? Atau hasil diskusi dengan beberapa petani dan beberapa pengusaha yang kebetulan sering ketiban cuan," jelas Adian Napitupulu dalam keterangan tertulis, Sabtu, 12 Maret 2022.


Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan mengatakan, kalau kehendak rakyat diukur dari suara partai berdasarkan kursi perwakilan rakyat yang menyerap aspirasi dari rakyat melalui seluruh struktur partai hingga Rt/Rw maka kecil harapan perpanjangan masa jabatan Presiden untuk disetujui parlemen karena partai yang menolak menguasai mayoritas kursi dengan total 388 kursi sementara yang setuju hanya 187 kursi.


"Kalau alat ukur kehendak rakyat dicerminkan dari hasil survei maka LSI sudah mengeluarkan hasil survei dan terbukti bahwa 70,7% masyarakat menolak perpanjangan masa jabatan presiden, sementara 20,3 masyarakat menginginkan sebaliknya," kata Adian.


Ia menjelaskan, kalau menurut Muhaimin Ketua PKB dan Luhut Binsar Panjaitan, berdasarkan big data maka disimpulkan bahwa 60% Rakyat setuju  perpanjangan masa jabatan presiden dan 40% sisanya menolak.


"Mengapa hasilnya berbanding terbalik? Apakah karena presentase Survey dipaparkan secara lengkap oleh lembaga independen sementara hasil big data dipaparkan oleh ketua umum partai dan politisi yang sudah pasti tidak indenpenden dan pasti juga sarat kepentingan politik," pinta aktivis 98 itu.


Ia mengungkapkan bahwa paparan survei lengkap sekali. Sementara paparan big data hanya disampaikan dalam pernyataan politisi tanpa publikasi resmi yang detail di semua media hanya di sebutkan : "Data dari 100 juta pengguna sosial media dan 60% mendukung, 40% menolak" sama sekali tidak disebutkan data tersebut dari big data berasal  Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, Snapchat atau apa? 


Kemudian, lanjut Adian Napitupulu, dalam penyampaian hasil big data juga tidak ada paparan yang secara ilmiah menjelaskan metodeloginya bagaimana, angka 100 juta itu dari mana saja dan rentang waktu nya berapa lama, jenis kelamin, tingkat ekonomi, wilayah hingga margin error termasuk lembaga mana yang mengelola big data tersebut apakah lembaga independen, BIN, BRIN, Menkominfo, Badan Siber atau apa sebagaimana  paparan hasil survei yang lengkap dan detail hingga kadang bisa sampai 25 bahkan 40 halaman.


"Mengapa paparan tersebut penting? Karena rakyat tidak bisa diklaim semena - mena, seolah semua atas kehendak rakyat sementara berdasarkan data, total rakyat pengguna internet di Indonesia ada sekitar 201.800.000 jiwa dari 273.870.000 jiwa atau sekitar 73,7 %," imbuhnya.


 Ia melanjutkan, sementara pengguna sosial media yang menjadi basic pengambilan data terdiri dari 139.000.000 pengguna youtube, 130.000.000 pengguna Facebook 99.000.000 pengguna instagram, 92.000.000 pengguna tiktok dan 18.000.000 pengguna Twitter. Total 478.000.000 akun sosial media atau hampir dua setengah kali jumlah penduduk pengguna Internet di Indonesia.


"Baiklah kita tunggu sama sama paparan ilmiah dari instasi yang mengelola dan menganalisa big data tersebut, semoga ada dan objektif," jelasnya.


Sambil menunggu, kata dia, mari kita lihat bagaimana rakyat Indonesia hari ini. Minyak goreng langka dan mahal, bahan bakar minyak naik, gas elpiji juga naik. Pandemi yang tidak berhenti membuat banyak orang kehilangan pekerjaan, meningkatnya kriminalitas, banyaknya anak putus sekolah, dan lain-lain. Sebagai bagian dari komunitas dunia, kita menyadari adanya berbagai ancaman perang dari berbagai sebab yang juga penting untuk dipikirkan. 


Nah, menurut Napitupulu, dari situasi-situasi itu, bukankah para menteri dan partai koalisi harusnya fokus untuk bahu membahu menyelesaikan masalah masalah tersebut dari pada sibuk melemparkan wacana yang tidak terkait dengan tupoksi jabatan dan keinginan partai yang tidak melulu soal mengejar jabatan. 


"Dari perdebatan soal wacana perpanjangan masa jabatan presiden ini, kadang sering miris terpikir:  "Apa iya  perpanjangan masa jabatan presiden lebih penting dari pada menyelamatkan  rakyat?" katanya lagi.


Bagaimana sikap Presiden Jokowi terhadap isu-isu ini?  Ia mengungkapkan bahwa  sebatas yang diketahui 3 (tiga) bulan lalu tanggal 23 Desember 2021 dalam sebuah pertemuan kecil, presiden sama sekali tidak bicara tentang mengubah konstitusi apakah itu menjadi 3 periode atau perpanjangan masa jabatan. 


"Yang ada justru bicara tentang konflik pertanahan, pandemi, pertambangan dan beberapa waktu ngobrol ringan tentang hasil survei beberapa calon presiden tentunya dengan jadwal pemilu tetap tahun 2024," ungkap Sekjen Pena 98 itu.

Sumber : Press Release Adian Napitupulu

Editor : Emanuel Boli

Baca juga