Prajurit Bunuh Prajurit: PH Keluarga Lucky Minta Hakim Jatuhkan Pidana Penjara dan Pemecatan 22 Terdakwa

 

Kupang;Jejakhukumindonesia.com,Kasus prajurit bunuh prajurit, yang menimpa Prada Lucky, sidang perdana digelar hari ini di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin 27 Oktober 2025.


Tim kuasa hukum keluarga korban Prada Lucky Saputra Namo minta majelis hakim jatuhkan pidana pokok penjara dan pidana tambahan pemecatan pada 22 terdakwa yang terbukti bersalah dalam persidangan.


"Jika terbukti bersalah, 22 terdakwa dijatuhi pidana pokok penjara dan pidana tambahan pemecatan dari prajurit TNI", ungkap  Akhmad Bumi, Senin (27/10/2025) di Kupang. 


Bumi katakan bahwa Tim kuasa hukum keluarga korban terdiri dari Akhmad Bumi, SH, Nikolas Ke Lomi,SH.Yupelita Dima, SH., MH, Andi Alamsyah, SH, Ahmad  Azis Ismail,SH. Reno Nurjali Junaedi,SH. Yusak Langga, SH. Yavet Alfons Mau, SH, Yacoba Y. S. Siubelan, SH, 


"Pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer ini penting untuk memberi efek jera dan menjaga martabat institusi TNI,” tegas Akhmad Bumi, SH, selaku ketua tim kuasa hukum.


Prada Lucky tercatat sebagai anggota Tabakpan 2.2 Ru 3 Ton 1 Kipan A Yonif TP 834/WM. 


Ia tewas pada Rabu, 6 Agustus 2025, di RSUD Aeramo, Nagekeo, setelah diduga dianiaya secara berulang oleh 22 rekan satu seragam.


Peristiwa ini memunculkan duka mendalam sekaligus keprihatinan publik, bagaimana mungkin seorang prajurit tewas di tangan sesamanya, bukan di medan perang, tetapi di lingkungan barak yang seharusnya menjadi tempat pengabdian dan persaudaraan.


“Ketika seorang prajurit bersumpah menjaga kehormatan dan melindungi sesama, tak seorang pun membayangkan tragedi bisa datang dari dalam barisan sendiri. Kematian Lucky harus menjadi pelajaran, bukan dihapus oleh waktu,” lanjut Akhmad.


Tim kuasa hukum menaruh perhatian besar terhadap kesaksian Ricard Junimton Bulan, yang disebut sebagai saksi kunci dalam perkara ini.


“Ricard adalah saksi penting yang mengetahui langsung kejadian saat penganiayaan berlangsung. Kami berharap ia memberikan keterangan jujur dan tidak dibawah tekanan, sebab dari situ terang benderang dan bisa terungkap dengan jelas kasus ini, termasuk ada tidak pembiaran dari komando,” ujar Akhmad.


Penasehat Hukum juga mendesak agar majelis hakim memanggil Komandan Batalion (Danyon) untuk dimintai keterangan terkait dugaan pembiaran komando, apakah ada laporan dari Danton, Dansi, Danru, hingga dokter batalion atas penganiayaan Prada Lucky tersebut.


“Dalam hukum militer, apa yang dilakukan prajurit adalah tanggung jawab komandannya. Prinsip tanggung jawab komando harus diuji dalam perkara ini,” tegasnya.


Kuasa hukum juga berharap sidang digelar terbuka untuk umum, dengan fasilitas layar dan pengeras suara di halaman pengadilan, serta diizinkan live streaming oleh media massa.


“Publik berhak tahu dan memantau bagaimana keadilan ditegakkan bagi korban. Jangan sampai kasus ini meredup tanpa kebenaran terungkap,” kata Akhmad.


Mereka menilai bahwa kematian Prada Lucky merupakan penganiayaan berat, bukan tindakan spontan. 


Berdasarkan hasil pengumpulan data tim hukum, penganiayaan terjadi lebih dari sekali, bahkan ketika korban sudah tidak berdaya.


Tragedi Prada Lucky menjadi peringatan keras bagi institusi militer untuk menegakkan disiplin dan nilai-nilai kehormatan.


Keadilan bagi Prada Lucky bukan hanya tentang menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum militer dan nilai-nilai keprajuritan.


“Negara tidak boleh menutup mata atas nyawa yang gugur bukan di medan perang, tetapi di tangan sesama berseragam. 


Keadilan bagi Lucky adalah ujian bagi kita semua,” tutup Akhmad Bumi. (*)

Baca juga