Kapolda NTT Diminta Transparan Soal Mangkraknya Lidik Kasus Ikan Kerapu Rp 7,8 M di Wae Kulambu

 

KUPANG;Jejakhukumindonesia.com, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT diminta transparan soal penyelidikan (Lidik) kasus dugaan korupsi budidaya 1 juta ekor ikan kerapu di Teluk Wae Kulambu yang proses penyelidikannya mangkrak hingga saat ini (sekitar 11 bulan, red). 

Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT, Leonardus Lelo (dari Partai Demokrat, Dapil NTT 5, red) kepada wartawan di gedung DPRD NTT pada Kamis (12/8/31).

“Dalam kaitan dengan  proses penyelidikan kasus budidaya 1 juta ekor ikan kerapu di Wae Kulambu, kami minta Polda NTT harus transparan.  Karena itu Kami minta Kapolda NTT untuk secara transparan menjelaskan perkembangan penyelidikan kasus tersebut kepada masyarakat," tandasnya.

Penjelasan tersebut, lanjut Lelo, penting untuk dilakukan agar tidak menimbulkan pertanyaan di masyarakat. "Masyarakat membutuhkan informasi dalam setiap kasus yang dilaporkan. Pihak Polda NTT segera sampaikan ke Publik hasil menyelidikan agar tidak terjadi presepsi atau prasangka atau kecuriagaan di masyarakat terkait kasus ini," tandasnya.

Menurut Lelo, penyelidikan kasus ini dimulai sejak September 2020. "Sudah mangkrak sekitar 11 bulan. Kontraktornya sudah dipanggil dan diperiksa sejak awal Oktober 2020 tapi tidak jelas proses Lidiknya sampai dimana?" ungkapnya.

Padahal, papar Lelo, proyek pemberdayaan masyarakat yang telah menelan dana hingga Rp 7,8 Milyar (bersumber dari dana APBD NTT Tahun 2019  Rp 7,5 M dan tahun 2020 Rp 300 juta) tersebut tidak tidak berhasil alias gagal total karena hasil panen setelah 2 tahun hanya mencapai 78,6 juta atau hanya sekitar 1 % dari alokasi dana. 

"Faktanya, proyek ini gagal. Fakta ini harus cepat ditanggapi oleh penyidik Polda NTT. Jangan hanya diam saja," kritiknya.

Lelo juga mempertanyakan kelanjutan proses hukum beberapa dugaan kasus Korupsi di NTT yang dilaporkan masyarkat ke Polda NTT tapi hingga saat ini proses hukumnya belum tuntas, "Kasus Bawang Merah Malaka, kasus Awalolong Lembata, RSP Boking dan kasus lainnya belum ada proses lanjutannya. Bahkan terkesan didiamkan saja. Sudah sejauh mana penanganannya? Tidak bisa didiamkan saja, nanti publik akan bertanya-tanya ada apa dibalik ini," tandas Leo Lelo.

Menurut Lelo, Polda harus informasikan ke publik perkembangan proses hukum kasus korupsi pada setiap tahapan proses hukumnya. "Jika proses penyelidikan/penyidikan ternyata tidak bermasalah maka harus tetap disampaikan ke publik. Hal ini menjaga prasangka tidak benar di masyarakat terkait kasus ini," sarannya.

Politikus asal Kabupaten SIKKA ini menilai, Dinas  Kelautan dan Perikanan (DKP) NTT sebagai  dinas teknis adalah pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kegagalan proyek tersebut. "Karena dinas teknis melakukan perencanaan sebelum program ini dijalankan," tandas Lelo.

Seperti diberitakan Media ini sebelumnya, penyidik Ditreskrimsus Polda NTT telah melakukan penyelidikan terhadap budidaya 1 juta ekor benih ikan kerapu dengan nilai kontrak sekitar Rp 6,4 M sejak September 2020. Namun setelah memanggil kontraktor pelaksana untuk diperiksa, proses hukum kasus tersebut terhenti alias mangkrak hingga saat ini.

Pilot proyek budidaya 1 juta ikan kerapu dengan total dana sekitar Rp 7,8 M tersebut mengundang kontroversi karena sesuai pengakuan Kepala Dinas DKP NTT, Ganef Wurgiyanto (sebelum dimutasi, red), sebanyak 1 juta ekor benih ikan kerapu yang diadakan dari proyek tersebut ditebar alias dilepas ke laut (Labuhan Kulambu).

Sementara ikan yang dipelihara didalam Keramba sekitar 5.000, hasil panennya hanya berniai sekitar 78,6 juta atau hanya sekitar 1% dari anggaran yang diinvestasikan.

Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) NTT,  Meridian Dado mendesak Penyidik Ditreskrimsus Polda NTT untuk segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi budidaya 1 juta ekor ikan kerapu senilai Rp 7,8 M di Wae Kulambu, karena proses Lidik kasus tersebut sudah memakan waktu hingga 11 bulan. ( hm/tim)

Baca juga