Dibungkam atau Dipenjara? Potret Buram Perlindungan Jurnalis di Indonesia Oleh: Yoseph Bataona, S.H. (Sekretaris SMSI NTT)

 

KUPANG;Jejakhukumindonesia.com,Kebebasan pers di Indonesia kembali diuji dengan meningkatnya kasus intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap jurnalis. Alih-alih mendapat perlindungan, para pekerja media justru kerap menghadapi ancaman hukum yang seharusnya melindungi mereka.


Dari ancaman fisik hingga jeratan pasal karet, realitas ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah jurnalis di Indonesia benar-benar terlindungi?


Kriminalisasi Jurnalis: Senjata Hukum untuk Membungkam

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak wartawan yang justru menjadi target kriminalisasi saat mengungkap fakta yang mengkritisi pihak berkuasa. Pasal-pasal seperti pencemaran nama baik (UU ITE Pasal 27 Ayat 3) dan penyebaran berita bohong kerap dijadikan alat untuk menjerat jurnalis.


Kasus yang Mengguncang:

1. Nurhadi (Tempo, 2021): Mengalami penyekapan dan kekerasan saat meliput kasus korupsi.

2. Dandhy Dwi Laksono (2019): Dikriminalisasi karena unggahan di media sosial terkait Papua.

3. Jurnalis di Kota Kupang, NTT Fabi Latuan menjadi korban kekerasan usai mengikuti Jumpa Pers di Kantor PT Flobamor NTT, (2022).

4. Jurnalis Lampung (2023): Dituntut dengan UU ITE setelah mengungkap kasus korupsi pejabat daerah.


Pola yang terjadi dalam kasus-kasus ini menunjukkan bahwa hukum justru lebih sering digunakan sebagai alat pemberangusan, bukan perlindungan.


Negara Absen dalam Perlindungan Jurnalis

Indonesia sebenarnya memiliki regulasi perlindungan jurnalis, seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan berbagai aturan turunan lainnya. Namun, implementasi di lapangan masih jauh dari ideal.


Beberapa masalah utama:

Minimnya respons aparat terhadap laporan kekerasan terhadap jurnalis.


Lambatnya proses hukum bagi pelaku kekerasan.


Ketidakjelasan mekanisme perlindungan saat jurnalis menghadapi ancaman.


Komnas HAM dan Dewan Pers kerap mengeluarkan rekomendasi, tetapi masih banyak kasus yang berakhir tanpa keadilan bagi korban.


Jurnalis Butuh Proteksi, Bukan Represi

Untuk memastikan kebebasan pers yang lebih aman, perlu langkah konkret dari berbagai pihak:


1. Revisi UU ITE agar tidak lagi digunakan untuk membungkam kritik.


2. Penguatan regulasi yang lebih tegas dalam melindungi jurnalis dari ancaman kriminalisasi.


3. Peningkatan kapasitas hukum bagi jurnalis agar lebih siap menghadapi jeratan hukum yang tidak adil.


4. Penegakan hukum yang serius terhadap pelaku kekerasan terhadap wartawan.


Jurnalisme adalah pilar keempat demokrasi. Jika kebebasan pers terus terancam, maka transparansi dan akuntabilitas juga akan terkikis.


Bertahan di Tengah Ancaman

Jurnalis di Indonesia menghadapi tantangan besar: mereka bisa dibungkam, diintimidasi, bahkan dipenjara hanya karena menjalankan tugasnya. 


Perlindungan yang seharusnya diberikan oleh negara justru sering kali absen. Jika situasi ini tidak segera diperbaiki, maka kita tidak hanya kehilangan kebebasan pers, tetapi juga hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jujur dan transparan.(*)

(SELAMAT HARI PERS NASIONAL)



Baca juga