OMBUDSMAN NTT: Pelayanan Publik Perspektif HAM


KUPANG;Jejakhukumindonesia.com,Kepala ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi NTT menghadiri undangan Kantor Wilayah Kementrian HAM Provinsi NTT dalam rangka diskusi bersama aksi RANHAM kabupaten/kota se-NTT bertempat di Hotel Neo Aston Kupang. Selasa 12/8/25) 


Hadir pada kesempatan tersebut Plt. Kepala Kantor Wilayah HAM ibu Oce Boymau, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTT Max Sombu serta para kepala bagian hukum kabupaten/kota secara daring.


 Pada kesempatan tersebut saya menyampaikan bahwa pelayanan publik perspektif HAM adalah kegiatan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang berorientasi pada pemenuhan dan penghormatan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga menciptakan pelayanan yang adil, non-diskriminatif, mudah diakses, dan bermartabat bagi semua warga negara, terutama kelompok rentan.


 Pelayanan ini memastikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam mengakses layanan publik tanpa adanya hambatan diskriminasi. Saya mengingatkan bahwa perihal pelayanan khusus tersebut diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik bahwa penyelenggara berkewajiban memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu dengan menyiapkan sarana, prasarana dan/atau fasilitas pelayanan publik bagi mereka.Oleh karena perintah undang-undang maka seluruh pemerintah daerah diharapkan menyiapkan sarana, prasarana dan/atau fasilitas pelayanan publik bagi mereka yang berkebutuhan khusus." Ujar ombudsman.


Selanjutnya Sebagai informasi bahwa setiap tahun, Ombudsman RI melaksanakan kegiatan penilaian penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh kabupaten/kota se-NTT dengan salah satu dimensi penilaian adalah sarana prasarana kebutuhan khusus. Hal yang dinilai terkait ketersediaan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas bagi pengguna dengan perlakuan khusus adalah; penyediaan Rambatan yang ideal, jalur pemandu, tombol lift timbul (braille) dan suara, toilet khusus, arena bermain anak, ruang ibu menyusui/laktasi, kursi roda, jalur landai/bidang miring, tempat parkir khusus, jalur pemandu, lift dengan braille, komputer braille, website dengan screen reader dan sosial media kelompok rentan. 


Selain sarana dan fasilitas khusus, pelayanan bagi kelompok rentan juga diberikan dengan perlakuan khusus dengan difungsikannya loket pelayanan prioritas bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus. Dari penilaian penyelenggaraan pelayanan publik ke seluruh pemerintah daerah, khusus  ketersediaan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas bagi pengguna dengan perlakuan khusus, ditemui realisasi bahwa saat ini akses pelayanan publik dasar bagi mereka seperti layanan administrasi kependudukan, pendidikan dan kesehatan kita masih rendah.


Lanjut lagi Salah satu sebab minimnya akses ini adalah karena fasilitas pelayanan publik kita belum ramah terhadap mereka hingga menyebabkan masih ada perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif dalam mengakses layanan publik. Untuk itu kami mengajak Kanwil HAM dan seluruh Pemda untuk melakukan upaya bersama terlibat aktif mendorong terciptanya penghormatan terhadap HAM sehingga produk pembangunan dan pelayanan publik yang dihasilkan termasuk peraturan perundang-undangan sejalan atau berkesesuaian dengan prinsip-prinsip HAM." Jelasnya.


Ini Beberapa upaya bersama yang dapat dilakukan adalah;


pertama; agar kantor desa/kelurahan, Kecamatan, Fasilitas Kesehatan dan organisasi perangkat daerah lainnya, wajib memenuhi indikator aksesibilitas dan menyiapkan petugas pelayanan khusus. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, mereka berhak untuk memperoleh akomodasi yang layak dalam pelayanan publik secara optimal, wajar, bermartabat tanpa diskriminasi serta berhak untuk mendapatkan pendampingan, penerjemahan, dan penyediaan fasilitas yang mudah diakses di tempat layanan publik tanpa tambahan biaya.


 Kedua; membuat dasar hukum mengenai standarisasi pelayanan publik yang berorientasi pada HAM. 


Ketiga; mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kualitas pelayanan publik khusus agar penyelenggara mampu memenuhi standar pelayanan dan sarana prasarana pelayanan yang berdimensi HAM. 


Keempat; memberikan penghargaan kepada organisasi perangkat daerah yang telah memenuhi indikator HAM.

 

Kelima; memfasilitasi kabupaten/kota menuju Inklusi, bukan sekedar ramai saat Launching lalu selesai. 


Keenam; mengintegrasikan, dan mengarusutamakan nilai-nilai HAM dalam setiap agenda pembangunan dan pelayanan publik di daerah. Terima kasih kepada Kanwil HAM Provinsi NTT atas undangan dan diskusi ini, Semoga bermanfaat.(*)



Baca juga