Pengakuan Richard Junimton Bulan: HP Saya Diperiksa, Padahal Tak Ada Bukti

 

Kupang;Jejakhukumindonesia.com,Prada Lucky yang tewas ditangan rekan sendiri di Batalion TP 834/WM, Aeramo, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, akhirnya disidangkan di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (27/10/2025).


Sidang perdana kasus Prada Lucky tercatat dengan Nomor Perkara 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Lettu Infanteri Ahmad Faisal, komandan kompi atau Dankipan A di Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (Yon TP) 834 Wakanga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Total ada 22 terdakwa terkait kasus penganiayaan berujung kematian ini.


Dalam sidang itu, ada enam saksi dihadirkan dalam persidangan yakni Poncianus Allan Dadi, Yohanes Viani Ili, Richard Junimton Bulan, Thomas Desambris Awi,  Chrestian Namo dan Sepriana Paulina Mirpey.


Saksi Prada Richard Junimton Bulan adalah saksi kunci yang melihat peristiwa penyiksaan Prada Lucky. Prada Richard juga ikut disiksa. Prada Richard adalah anggota Kompi B dan bertugas di dapur bersama dengan Prada Lucky.


Bermula saat Prada Richard dan Prada Lucky dituduh melakukan penyimpangan seksual. Pukul 20.00 WIB, Lucky dicambuk pertama kali oleh terdakwa Lettu Infanteri Ahmad Faisal, komandan kompi atau Dankipan A di Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (Yon TP) 834 Wakanga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). 


Prada Richard tidak berada di sana karena masih bertugas di dapur. Setelah Prada Lucky disiksa, sekitar pukul 00.18 WITA, Sertu Andre Mahoklory menelpon Prada Richard lalu membawanya ke ruang staf intel. Dalam ruangan itu ada Dansi Intel Sertu Thomas Desambris Awi dan Prada Lucky. Prada Lucky sudah diperiksa beberapa jam sebelumnya karena masalah chat penyimpangan seksual. Prada Richard heran kenapa dia dilibatkan dalam masalah itu.


"Tidak ada apa-apa di hp saya, tapi saya dibawa," ungkapnya.


Lalu Prada Richard dibawa ke ruang staf pers. Prada Richard melihat Lucky dipukuli oleh Thomas dengan tangan dan sendal di pipi kanan. Di dalam ruangan itu ada pula terdakwa lain yaitu Poncianus Allan Dadi dan Andre Mahoklory.

Pratu Poncianus Allan Dadu memerintahkan Prada Richard mengambil selang. Karena tidak menemukan selang, akhirnya mereka membawa kabel putih. Ternyata kabel itu digunakan untuk menyiksa mereka.


"Sampai kulit kami terkupas (terkelupas, red). Mohon izin kami teriak. Almarhum saat itu tahan dengan suara meringis kesakitan. Itu dari jam 01.00 sampai 02.30 WITA," ujarnya.


Setelah menjalani penyiksaan, Prada Richard disuruh untuk istirahat. Di ruang sebelah, dia mendengar suara teriakan Prada Lucky tapi tidak tahu siapa yang memukulinya.


"Di situ dia minta tolong, saya dengar dia bilang 'ibu saya tidak pernah pukul saya seperti ini,' begitu," kata dia.


Pada pukul 03.00 WITA, mereka istirahat. Prada Richard dan Prada Lucky berada di ruang terpisah.


Pada 28 Juli 2025 sekitar pukul 07.00 WITA, Prada Lucky izin ke kamar mandi. Saat itu Richard melihat bibirnya bengkak, paha, dan bagian tubuh lainnya lebam. Dia sempat mendengar kabar soal kaburnya Prada Lucky.


Setelah Prada Lucky dijemput dan dibawa kembali ke barak, sekitar pukul 20.00 WIB, keduanya kembali disiksa dan dipukuli oleh 16 orang. Mereka dipukul hingga dini hari dengan menggunakan selang berwarna biru.


Terdakwa Ahmad Faisal juga ada saat itu. Sang komandan kompi hanya melihat Prada Richard dan Prada Lucky dipukuli. Ahmad Faisal hanya diam dan tidak menghentikan penyiksaan. Ahmad Faisal meninggalkan ruangan itu pukul 23.00 WITA dan pergi begitu saja. Sementara mereka berdua masih dipukuli hingga tubuh berdarah.


"Sampai kami kencing juga. Kena cambuk di arah punggung dan ada yang dijepit pakai kaki kiri di kepala. Saat itu saya duduk di lantai," katanya.


Keduanya kemudian dibawa ke puskemas dengan tubuh mereka yang luka-luka. Sementara wajah Prada Lucky sudah pucat. Dokter di puskemas menyebut Prada Lucky telah mengalami hemoglobin yang rendah.

Pada saat itu mereka disuruh berbohong kepada dokter kalau mereka jatuh dari pohon. Namun mereka membawa Prada Lucky ke RSUD Aeramo setelah mengantar Prada Richard.


"Kami harus memberitahukan ke dokter kalau kami jatuh dari pohon," kata Richard.


Dalam sidang ini, Prada Richard sempat membantah pernyataan Pasi Intel Thomas Desambris Awi yang menyebut selang yang dipakai memukuli mereka sebesar kelingking saja.


"Izin membantah komandan, sebesar jari manis," kata dia.


Pasi Intel Thomas sendiri belum satu bulan menjabat posisi itu. Dia diperintahkan secara lisan oleh terdakwa Ahmad Faisal, bukan perintah resmi, untuk melakukan penyelidikan terhadap Prada Lucky.  Dalam pemeriksaan itu, kata dia, ia mengambil selang dekat sumur untuk mencambuk Prada Lucky.


Akhmad Bumi: Jika Benar LGBT di Proses oleh Angkum


Kuasa Hukum keluarga korban, Akhmad Bumi menyatakan kalau benar almarhum terindikasi LGBT (penyimpangan seksual sesama jenis) maka dilaporkan ke Angkum (atasan yang berwenang menghukum) dalam hal ini Danyon (Komandan Batalion) untuk diperiksa. Diperiksa untuk mengetahui apakah benar atau tidak. 


Hasil pemeriksaan, kemudian Angkum menetapkan apakah dilakukan proses ditingkat Angkum karena terdapat pelanggaran disiplin atau dilimpahkan ke DENPOM untuk dilakukan penyelidikan/penyidikan untuk diproses pidana.


Kalau terkait dengan pelanggaran disiplin maka diselesaikan ditingkat Angkum. Sanksinya teguran atau peringatan, penahanan ringan, larangan keluar kesatrian, penundaan kenaikan pangkat, dan lain-lain. Kalau terindikasi tindak pidana dilaporkan ke DENPOM untuk dilakukan penyelidikan/penyidikan lebih lanjut. 


”Bukan dilakukan penganiayaan diluar hukum hingga meninggal dunia”, jelas Akhmad Bumi.


Keterangan Richard Junimton Bulan

Akhmad Bumi menuturkan keterangan Richard Junimton Bulan dihadapan ayah Prada Lucky, Chrestian Namo dan tim hukum keluarga korban diruang saksi Pengadilan Militer III-15 Kupang sebelum diperiksa sebagai saksi atas terdakwa Lettu Ahmad Faisal, S.Tr (Han) selaku Danki A, saksi Richard Junimton Bulan mengatakan dipaksa untuk mengakui LGBT yang berhubungan dengan Prada Lucky. 


HP saksi Richard Junimton Bulan sempat diperiksa tapi tidak ditemukan apa-apa dalam HP terkait LGBT. Kemudian saksi Richard Junimton Bulan diperiksa oleh seorang berpangkat Mayor dari Wirasakti Kupang di POM Ende, ternyata hasilnya saksi Richard Junimton Bulan normal, tidak ada gejala LGBT, jelas Richard dikutip Akhmad Bumi.


Menurut Akhmad Bumi, Richard Junimton Bulan menuturkan ada cabek (cabai) yang diulik kemudian dimasukan kedalam lubang anus dan kemaluan Richard Junimton Bulan dan almarhum Prada Lucky pada tanggal 28 dan 29 Juli 2025 (malam), hal itu diperintahkan oleh terdakwa Made Juni Arta Dana. Kemudian air jeruk dicampur garam disiram ditubuh di korban dan saksi Richard, hal itu dilakukan oleh terdakwa Andre Mahoklory.


Richard Junimton Bulan menuturkan saksi Richard Bulan dan almarhum Prada Lucky dipaksa telanjang dan berhubungan seksual. Kemudian senior Irfan yang datang suruh memakai celana kembali. 


Hanya dalam keterangan saksi Richard Junimton Bulan untuk terdakwa Lettu Ahmad Faisal, S.Tr (Han) selaku Danki A, fakta itu tidak disampaikan oleh saksi Richard Junimton Bulan dalam persidangan. Mungkin akan disampaikan pada terdakwa lain yang memerintahkan dan melakukan perbuatan keji itu, jelas Akhmad Bumi. 


Richard Junimton Bulan juga menuturkan terdakwa Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S.,Tr (Han) dua kali melarang saksi Richard untuk ngomong pelaku lain, cukup sebut hanya 4 pelaku yang lakukan pemukulan, jelas Akhmad Bumi. 

Sidang akan dilanjutkan Selasa (28/10/2025) dengan 17 terdakwa lainnya. (*)

Baca juga