Ini Komentar Praktisi Hukum soal Penetapan Tiga Tersangka Kasus Korupsi Awololong Lembata

 

KUPANG; Jejakhukumindonesia.com,Pascapenetapan Silvester Samun pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Abraham Yehezkiel Tzsaro L (kontraktor pelaksana) sebagai tersangka kasus korupsi proyek wisata Awololong Kabupaten Lembata pada Senin, 21 Desember 2020 lalu serta Middo Arianto Boru, S.T selaku konsultan perencana sebagai tersangka  ketiga pada April 2021, praktisi hukum, Akhmad Bumi, SH angkat bicara. Berikut komentarnya pada Jumat, 7 Mei 2021: 

Pertama, kasus dugaan korupsi proyek Awololong dianggarkan pada Dinas Budpar Kabupaten Lembata TA 2018 masih bolak balik dari Jaksa Penuntut Umum ke Penyidik Polda NTT. Kasus dengan dugaan kerugian Negara sekitar Rp 1,4 milyar dari total anggaran Rp 6,8 milyar ini dilaporkan sejak tahun 2019 dimasa Kapolda NTT Irjen Pol Hamidin, S.I.K. Akhirnya penyidik Polda NTT telah menetapkan Silvester Samun, S.H., Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Abraham Yehezkial Tsazaro selaku kontraktor dan Middo Arianto Boru, S.T., selaku konsultan perencana sebagai tersangka. Penetapan tersangka lebih dari 1 (satu) orang), artinya dugaan Tindak Pidana Korupsi proyek Awololong dilakukan secara bersama-sama, bukan pelaku tunggal dalam mewujudkan delik.

Kedua, karena pelakunya lebih dari 1 (satu) orang dalam melakukan satu perbuatan pidana yang sama (tersangka lebih dari satu), maka lazimnya dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum membangun konstruksi dakwaan bersifat subsidiairitas, yaitu: primair Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, atau subsidiair Pasal 3 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Ketiga, suatu rumusan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan pada umumnya diformulasi untuk pembuat (dader) tunggal untuk satu perbuatan. Tapi jika dalam suatu tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang pembuat (bersama-sama), maka rumusannya diperluas dengan menggunakan ketentuan tentang penyertaan (deelneming), yang terdapat dalam Pasal 55 KUHP.

Keempat, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek Awololong Penyidik Polda NTT telah menetapkan 3 (tiga) orang tersangka yakni; Silvester Samun, S.H., (PPK), Abraham Yehezkial Tsazaro (kontraktor) dan  Middo Arianto Boru, S.T., (konsultan perencana). Artinya dugaan tindak pidana korupsi proyek Awololong dilakukan lebih dari satu orang, konstruksi yang digunakan Penyidik adalah tindak pidana korupsi Awololong dilakukan secara bersama-sama orang lain, sehingga bentuk penyertaan yang digunakan adalah “turut serta melakukan” (medeplegen).

Kelima, jika telah melibatkan unsur penyertaan (pasal 55) maka diperlukan “kerjasama yang erat” antara “pelaku” (pleger) dan “peturut serta” (medepleger) untuk mewujudkan delik tersebut dan kerjasama tersebut mempunyai hubungan yang erat dalam mewujudkan delik. Pelaku utama dan pelaku turut serta.

Keenam, pertanyaannya, apakah ketiga tersangka yang telah ditetapkan oleh Penyidik Polda NTT telah cukup dalam mewujudkan delik korupsi Awololong? Atau masih ada tersangka lain yang belum ditetapkan menjadi tersangka oleh Penyidik Polda NTT? Perlu ditarik peran masing-masing pelaku dalam mewujudkan delik antara pelaku utama dan pelaku penyertaan (Pasal 55 KUHP).

Ketujuh, pertanyaan lain siapa yang memilik ide atau sebagai perencana awal atas proyek tersebut, walau uang Negara telah keluar 85% tapi fisik konstruksi masih 0%? Artinya prestasi yang diperoleh Negara tidak sebanding dengan uang Negara yang telah keluar. Ini yang disebut kerugian Negara.

Kedelapan, karena tersangka lebih dari satu maka telah pasti dimasukkan Pasal 55 KUHP (penyertaan) maka penetapan tersangka harus lengkap, tidak langsung dari ujung tapi perlu melihat awal mulanya proyek tersebut sesuai peran masing-masing pelaku. Dari serangkaian kerjasama yang erat kemudian melahirkan delik seperti Penyidik yang sudah menetapkan beberapa tersangka tersebut, dari awal perencanaan dan berakhir mangkrak.

Kesembilan, ppa Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunuryang memiliki ide atau sebagai penggagas munculnya proyek Awololong ini? Proyek Awololong awalnya tidak muncul dalam APBD induk TA 2018, tapi muncul dalam Perbub Nomor; 41 tahun 2018 tentang Perubahan Perbub No. 52 tahun 2017 tentang Penjabaran APBD tahun 2018. Hal itu terlihat pada dokumen DPA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tanggal 22 Desember 2017 dengan No. DPA 1.02.16.01 belum dianggarkan Proyek Jeti Apung Awololong. Jika bukan Bupati Yentji Sunur, lalu siapa penggagasnya? Dengan menarik masuk unsur penyertaan (pasal 55) maka pelaku tindak pidana harus lengkap. Olehnya logis jika Amppera dalam pernyataan terakhir (surya flobamora, 6/5/2021) menyuarakan agar Bupati turut diperiksa atau diambil keterangan untuk mengetahui perannya atas proyek Awololong saat dimunculkan.

Kesepuluh, secara teknis, siapa yang mengeksekusi dilapangan? Proyek tersebut muncul dalam DPA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setelah terjadi perubahan berdasar Surat Badan Keuangan Daerah No. BKD.900/40/1/2018 tanggal 24 Januari 2018 yang ditujukan kepada para Kepala SKPD lingkup Pemerintah Daerah Lembata, tentang pedoman penyesuaian RDPPA mendahului perubahan APBD TA 2018 dalam rangka penyesuaian program prioritas tahun pertama RPJMD 2017-2022, olehnya Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata selaku Pengguna Anggaran (PA) perlu ditarik untuk melengkapi unsur penyertaan yakni tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama karena pelaku lebih dari satu orang. Beberapa orang tersebut melakukan serangkaian kerja sama yang erat dalam mewujudkan delik tindak pidana korupsi Awololong. Karena Pasal 55 KUHP hanya dapat diwujudkan jika terjadi serangkaian kerja sama yang erat antar pelaku (konspirasi).

Kesebelas, turut mengapresiasi sikap Penyidik Polda NTT yang telah mengembangkan penyidikan dan menetapkan lagi satu tersangka. Lebih tepatnya lagi agar pelaku (dader) tidak terpotong dalam menggunakan perannya, maka perlu dikembangkan penyidikan kearah siapa perencana awal atau pemilik ide proyek Awololong dan siapa yang mengeksekusi tekhnis dilapangan sesuai dengan tugas dan fungsi dinas (SKPD) yang bersangkutan.

Sebelumnya diberitakan, MAB, konsultan perencana ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi  proyek destinasi wisata (jembatan titian apung, kolam apung, dan fasilitas lainnya) di Pulau Siput Awololong Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Hal itu disampaikan oleh Kanit II Tipidkor, AKP. Budi Guna Putra, S.I.K di ruang Subdit 3 Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTT, Kamis, 6 Mei 2021 siang.

"Iya Dik, MAB sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan disangkakan pasal 55 KUHAP pada April lalu, akan ada konferensi pers resmi beberapa hari yang akan datang," kata dia kepada Emanuel Boli dan Yohanes Halimaking yang mewakili Amppera Kupang.

AKP Budi mengatakan, sesuai petunjuk JPU, aset pelaksana pekerjaan telah disita dan berkas dua jilid telah disiapkan untuk dilimpahkan kembali ke JPU, bukan hanya MAB saja ditetapkan sebagai tersangka, akan ada penambahan tersangka lagi, " tuturnya. 

"Aset kontraktor pelaksana dan pejabat pembuat komitmen telah kami sita Dek," katanya lagi.

Soal aset apa saja yang telah disita, Guna Putra belum menjelaskan secara rinci. Lebih jelas lagi akan disampaikan dalam konferensi pers resmi yang akan datang.(hm)

 

Editor: Soman

Baca juga