HEADLINE

Patrisius Kami, Sosok 'Ambisius' Peraih Gelar Doktor ‘Ritual Keda Kanga’ Pada Guyub Tutur Bahasa Lio-Ende Flores’

 

KUPANG;Jejakhukumindonesia.com,Penampilanya sederhana dan  low profile. Tuturnya terukur. Namun ketika membuka percakapan tentang dunia pendidikan, personalitas Patrisius Kami akan menjadi sosok yang sangat ambisius. Pendidikan harus diraih dan dicapai setinggi mungkin. Karena baginya, mengisi ilmu  di otak sebanyak mungkin, cukup memerdekakan anak manusia dari belenggu kemiskinan di semua aspek kehidupan.

Itu pasalnya ambisi mengenyam pendididikan  setinggi mungkin  disetingnya sejak dibangku SD. Dan pada titik akhir dari perjuangan panjangnya Patrisius Kami berhasil mempertahankan disertasinya dalam ujian tertutup dihadapan Panitia Penguji dan meraih gelar Doktor pada Program Studi Linguistik Doktor, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Kamis (5/8/2021) pekan lalu dan ujian terbuka, Kamis(26/8/2021).

Gelar akademik yang diraihnya kali  ini adalah sebuah persembahan paling berharga, sekaligus sebuah kebanggaan tersendiri  bagi keluarga, sahabat serta  beberapa perguruan tinggi swasta di NTT, tempat Patris mengabdi selama ini. Tidak hanya itu, gelar akademik ini juga menjadi kebanggaan para jurnalis di Nusa Tenggara Timur, sebab selain sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi swasta, Patris juga seorang jurnalis media online yaitu sebagai Pimimpin Umum/Penanggung jawab  publikntt-new dan Korwil NTT liputan4.com

Terjun di dunia jurnalistik inilah yang menambah asah dan wawasan Patris untuk ‘ berlayar lebih ke tengah’ tentang kehidupan sosial masyarakat di Nusa Tenggara Timur, termasuk adat dan budaya dari masing masing etnis atau suku.

Tidak heran jika suami dari Angelina Natalia Dewantari dan ayah dari Velicia Advelan Kolidu’a  Kami  dan Joseph AxellKolidu’a Kami ini mengambil Disertasi akhirnya berjudul “Ekoleksikon Ritual Keda Kanga  Pada Guyub Tutur Bahasa Lio-Ende Flores”

Judul Ekoleksikon Ritual Keda Kanga  Pada Guyub Tutur Bahasa Lio-Ende Flores menurut Putra kelahiran Wolokota-Ende 1985 ini  untuk menelaah ekoleksikon ritual keda kanga ‘rumah adat pada guyub tutur bahasa Lio-Ende Flores.

Menurutnya, secara sepesifik penelitian ini menjawab tiga pertanyaan pokok, (1) Bagaimanakah konstruksi leksikon pada ritual keda kanga sebagai tradisi pada guyub tutur bahasa Lio-Ende Flores?, (2) Khazanah leksikon apa sajakah yang hadir pada saat ritual pembangunan keda kanga sebagai representasi budaya dan kekayaan bahasa Lio?, dan (3) Makna-makna apa sajakah yang terkandung pada ritual keda kanga pada guyub tutur bahasa Lio-Ende Flores?

“Kontribusi rasional penelitian ini adalah dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang eksistensi ritual keda kanga sebagai identitas, kebesaran dan kewibawaan guyub tutur bahasa Lio-Ende Flores,” demikian rilis Patrisius kami yang diterima media ini, usai Ujian Program Studi Linguistik Program Doktor Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Denpasar  2021, Kamis(5/8/2021).

Dijelaskan, untuk memecahkan ketiga masalah pokok tersebut, penelitian ini menggunakan landasan teori ekolinguistik dan juga teori pendukung pemecahan masalah, misalnya, teori ekolinguistik dialektikal dan teori praksis sosial. Metode yang digunakan adalah metode observasi partisipan, sedangkan teknik pengngumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, mencatat dan merekam.

Menurutnya Data-data tuturan yang diperoleh dianalisis dari sudut domain, taksnonomik, dan komponensial. Hasil penelitian itu berkontribusi pada dua hal: taksonomi dan teoritis.

Secara taksonomi teks ritual kedan kanga yang diproduksi dalam setiap tahap pembangunan keda kanga  sangat dialogis dan kontekstual ekologis. Secara teoretis, pada dasarnya teks-teks ritual itu tidak berdiri sendiri, walaupun teks-teks tersebut terlihat  monolog-dramatik tetapi sesungguhnya teks-teks tersebut sangat dialogis kontekstual.

Penelitian

Hasil penelitian memperlihatkan beberapa aspek misalnya, konstruksi butir-butir leksikon dalam teks ritual keda kanga menunjukkan adanya khazanah leksikon berkategori nomina, verba, adjektiva, adverbial dan numeralia.

Dilihat dari aspek leksikalisasi, pendayagunaan kosakata dalam ritual keda kanga memanfaatan bentuk-bentuk yang bersinonim, antonym, dan hiponym. Aspek gramatikal, adanya kehadiran makna referensial pronominal sebagai petunjuk kehadiran diri dalam realitas sosial budaya. Ungkapan dalam teks ritual keda kanga memiliki gaya bahasa khas, yang menunjukan adanya karakter berpikir pada GTBLEF.

Secara ekologis, butir-butir leksikon ritual keda kanga memiiki hubungan secara interrelasi, interraksi dan interdependensi. Khazanah leksikon yang terrekam dalam ritual keda kanga berupa khazanah leksikon flora, fauna, dan khazanah leksikon nama, dan struktur keda kanga.

“Makna-makna yang terkandung dalam ritual keda kanga  secara ekotekstualitas dimaknai berdasarkan dimensi ideologis, sosiologis, dan biolologis. Sumber makna yang terekam dalam ekotekstualitas ritual keda kanga yaitu, makna spiritual; makna yang menyatakan hubungan dengan kekuasaan Wujud Tertinggi dan juga wujud lain dalam keyakinan orang Lio yang disebut nitu pa’i, makna sosiologis; makna kebersamaan dan kekeluargaan; pengharapan akan kesehatan dan keselamatan; pengharapan akan keberhasilan dalam keluarga, dan makna sejarah (historis) yang menggambarkan proses pewarisan budaya dan warisan ekologis,” tulisnya sambil menekan pada kata kunci. Ekoleksikon, Teks Ritual, Keda Kanga(pk)

Baca juga