HEADLINE

ATURAN DAN SANGSI ASSESSMENT NASIONAL BAGI SEKOLAH 'DINAS YANG MENGGANTI NAMA DAPODIK SISWA DIPIDANAKAN






 KOTA KUPANG;Jejakhukumindonesia.com Kepala Bidang Pendidikan Dasar kota kupang Okto Naitboho  Spd .Msi ketika di temui awak media diruangannya' Naitboho Menjelaskan bahwa Asesmen Nasional adalah program dari kemendikbud  Menteri Nadiem Makarim dan dari salah satu episode merdeka belajar yaitu Asesmen Nasional  awalanya direncanakan tahun 2020 tetapi pandemi, lalu di tunda dan dilaksanakan di Tahun 2021  Asesmen Nasional ini berbeda dengan ujian Nasional.

''Asesmen nasional ini berbeda dengan ujian nasional, ujian nasional itu sendiri adalah kompetensi siswa secara individu yang berkahir dengan lulus atau tidak, kalau asesmen nasional itu hanya pemetaan mutu pendidikan berbasis pendidikan secara komperhensif. Misalnya SMP N 1 kita liat dari segi kompetensi numerasi itu kira-kira siswa pada level mana, baik, cukup baik atau sangat baik itu juga akan dilihat dari segi karakter siswa di sekolah itu seperti apa,'' jelas okto.

Lanjutnya lagi bahwa lalu ingin memotret mutu satuan pendidikan secara komperhensif maka pelaksanaannya dilakukan secara sampel, lalu pertanyaannya kenapa harus siswa kelas 6 Sd dan bukan siswa kelas 9 SMP, itu tujuannya untuk memberikan penilaian keada pemerintah, lalu pemerintah akan melakukan perbaikan pada tahun-tahun berikutnya. 

''Nah ketika melakukan intervensi perbaikan siswa itu masih ada di sekolah sehingga ia berjuang mempersembahkan hasil yang bagus atas kebijakan pemerintah untuk bantuan karena siswa tersebut belum tamat, katakanlah tahun ini ia masih kelas 6 SD tahun depan ada bantuan dia masih SD kelas 6 atau sudah di SMP kelas 9, daftar ambilnya kelas 5 SD dan kelas 8 SMP,

''lalu pertanyaan berikutnya kenapa BPD atau sekolah tidak boleh mempunyai kewenangan untuk menentukan sampel peserta itu, kalau SMP 45 orang yaitu 40 orang utama dan 5 orangnya adalah cadangan, SD berjumlah 35 orang utama dan 5 orangnya jadi cadangan  cadangan juga ditentukan oleh pusat. ''karena mereka ingin sampel yang mereka ambil dari populasi itu benar presentatif kalau sekolah yang memilih berarti akan memilih yang pintar semua padahal disekolah itu ada yang bodoh, ada yang pas-pasan maka dalam penelitian ilmiah supaya generalisasi yang dibangun supaya merepresentasikan maka sampel harus merepresentasikan heterogenitas dari populasi maka ketika mereka acak dari daposik 35 orang itu benar-benar mewakili semua siswa yang ada di sekolah dari yang paling pintar sampai yang paling bodoh dan itu hasilnya akan benar-benar diukur apalagi dari 35 peserta utama yang dari SD, makanya mereka yang mengacak sendiri siswa-siswa peserta itu dari dapodik,'' Jelas Naitboho. 

Lanjutnya bahwa satuan pendidikan tidak diberikan kewenangan sesuai prosedur yang dikeluarkan oleh kemendikbud itu sekolah harus sersurat ke dinas, dinas bersurat ke direktorat dangan alasan-alasan yang mampu dipertanggung jawabkan, ''seperti siswa ini sudah pindah sekolah atau sudah meninggal tetap jumlahnya berapa, jika kurang dari 5 maka harus ambil dari cadangan yang ditentukan jika lebih seperiti 7 maka sisa 2 orang, artinya satuan pendidikan tidak di izinkan untuk mengganti peserta didik karena dari jauh-jauh hari daftar nominalnya sudah  ditetapkan,'' kata kabid pendidikan dasar. 

Lanjut Kabid Naitboho dalam aturan nasional atau kerangka pos standar itu tidak ada resiko apa-apa untuk melatih siswa secara khusus. 

''tetapi kenapa kota kupang memberikan bimbingan, karena boleh pembuat aturan berpikir begitu tetapi ini menyangkut harga diri sekolah bagaimana orang ini  sudah 2  tahun dirumah yang kita soalkan komputer saja tidak tahu akhirnya hasilnya soal satu nomor saja waktu habis, misalnya soal literasi 1 soal satu halaman jadi kemampuan membaca, memahami, menalar makanya soalnya panjang-panjang, tapi siswa kita sudah 2 tahun tidur dirumah dan tiap hari kebanyakan main game makanya dia tidak tahu apa-apa,'' pungkasnya

Lanjutnya bahwa ada fakta integritas yang ada dalam bagian terakhir Pos itu bahwa ada sangsi  bagi guru, siswa, dan penyelengaralah di tingkat sekolah maupun dinas, dan sansinya  itu adalah sangsi administrasi bahkansangsi  pidana karena melakukan penipuan contohnya yang ditulis si A tetapi yang ikut si B dan itu sudah jelas ada di fakta integritas. "Tutup Naitboho. (hm)

Baca juga