HEADLINE

Kuasa Hukum Korban Pelechan Seksual di BTN Kolhua Kumpulkan Bukti Pencemaran Nama Baik.

Widyawati Singgih, SH., M.Hum.

 

Kupang;Jejakhukumindonesia.com,Kuasa hukum dari korban dugaan pelecehan seksual di BTN Kolhua NND dan DMA, saat ini sedang mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan pencemaran nama baik kliennya yang dilakukan oleh Akun Palsu dan Beberapa Orang Admin di media sosial yang secara masif memposting video dan gambar korban.


NND  adalah korban pelecehan seksual bukan pelaku kejahatan, kok tiba-tiba foto dan video korban diambil, diposting di media social tanpa ijin.  Untuk itu saat ini, kami sedang mengumpulkan bukti untuk ditindak lanjuti secara hukum akan hal yang dialami klien kami terkait pencemaran nama baik, ungkap Kuasa Hukum Korban dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surya NTT, Widyawati Singgih, SH, MHum, kepada wartawan Jumat, 12 Agustus 2022.


Menurut Widyawati, perbuatan menyerbarluaskan data pribadi seseorang tanpa izin melanggar Undang-Undang Pasal 32 ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang ITE. Aturan itu menyebutkan larangan untuk memindahkan data pribadi orang lain tanpa hak dan tanpa izin.  Jika pelaku penyebar melakukannya dengan sengaja dan tanpa izin dapat dijerat dengan hukuman penjara minimal 2 tahun.


Pengaturan perbuatan penyebarluasan foto melalui media sosial maupun media lainnya telah diatur baik melalui UU ITE maupun UU Hak Cipta.  Undang-Undang hak Cipta, semua orang berhak memiliki privasi, kecuali mereka membagikannya sendiri ke media sosial.  Jadi, Anda tidak berhak membagikan foto orang lain kemedia sosial tanpa izinnya, tegas Widyawati Singgih SH, Mhum.


Terkait persoalan yang dialami NND dan DMD yaitu kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh YGF di BTN Sabtu, 16 Juli 2022 lalu dan dilanjutkan dengan penyebaran data, foto serta video korban di media sosial, sebagai kuasa hukum korban pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pemerhati dan Perjuangan Hak-Hak Perempuan dan Anak (Forkom P2HPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mendampingi korban dan saksi.


Kuasa hukum korban, Widyawati Singgih, SH, MHum menerangkan yang  dimaksud dengan pelecehan seksual dalam UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPSK)  adalah pelecehan jenis kelamin, perilaku cabul atau menggoda, pemaksaan seksual, mengajak berhubungan intim dengan menjanjikan imbalan sehingga menyinggung perasaan, serta sentuhan fisik yang disengaja dengan tujuan seksualitas tanpa persetujuan.  Dalam kejadian di BTN, Sabtu 16 Juli 2022 lalu, sesuai pengaduan dari korban yang dialami oleh NND dan DMD atas dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh  YGF termasuk sentuhan fisik yang disengaja dengan tujuan seksualitas tanpa persetujuan klien kami sehingga kami berharap agar penyidik Polsek Maulafa yang menangani perkara tersebut dapat menerapkan Undang-Undang ini bertujuan untuk, mencegah segala bentuk kekerasan seksual; menangani, melindungi, dan memulihkan Korban; melaksanakan penegakan hukum dan  merehabilitasi pelaku; mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.


Kekerasan seksual yang dialami korban adalah kekerasan seksual fisik, maka pelakunya diancam dengan pasal pidana kekerasan seksual pada Pasal 6 Huruf A dan huruf B UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPSK) dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak 300 juta rupiah, jelas Widyawati Singgih, SH, MHum salah satu tim dari kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum Surya NTT.(*Tim)

Baca juga