Advertisement
KUPANG;Jejakhukumindonesia.com,Lembaga antirasuah, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia, pada Senin (17/10) menggelar
rapat koordinasi dengan segenap pengurus PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa
Tenggara Timur (PT. BPD NTT). Berlangsung di lantai lima kantor pusat Bank NTT,
hadir Abdul Haris selaku Kasatgas Korsup wilayah V KPK, bersama Abdul Jalil
Marzuki, Handayani, Ardiansyah Putra dan Dayat Darwanto masing-masing selaku
fungsional KPK.
Sementara dari pihak Bank NTT hadir
Direktur Teknologi Informatika dan Operasional (TI & Ops), Hilarius Minggu,
bersama tiga direksi lainnya yakni Direktur Kredit, Paulus Stefen Messakh,
Direktur Dana dan Treasury, Yohanis Landu Praing dan Direktur Kepatuhan, Christofel
Adoe. Sementara Direktur Utama, Harry
Alexander Riwu Kaho, pada saat yang sama, memenuhi panggilan untuk mengikuti
pertemuan dengan Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat, bersama pimpinan Bank
Indonesia. Ditengarai, pertemuan itu penting, terkait kondisi ekonomi NTT.
“Kedatangan kami kesini dalam rangka tugas
pokok KPK terkait dengan tiga tugas pokok program pencegahan tindak pidana
korupsi, pendidikan anti tindak pidana korupsi dan penindakan. Disini kami
utamakan pada pencegahan,”tegas Abdul Haris membuka diskusi. Peranan BPD di
Pemerintahan Dearah bagi KPK, sangat vital khususnya dalam rangka membantu identifikasi
pendapatan asli daerah, pembinaan pengusaha UMKM, dan kegiatan-kegiatan lainnya
dengan tujuan kedepan Pemda-Pemda yang ada di NTT adalah Pemda yang mandiri.
“Dimana Pemda tersebut dapat melakukan
pengelolaan baik penerimaan maupun pengeluaran tanpa bergantung pada pemerintah
pusat. Disinilah tugas BPD untuk membantu Pemda, khususnya untuk meningkatkan
PAD,”tegas Haris.
Bahkan Satgas KPK pun saat itu mendalami
implementasi penagihan sembilan pajak daerah ditambah retribusi, pajak
kendaraan, PBB yang sudah menjadi tanggungjawab Bank Pembangunan Daerah yang
dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan Pemda.
“Terus terang, ini (kerjasama sembilan
pajak daerah) rendah. Saya kemarin dari Flores, Sumba, dan saya ingin tau
apakah semua sudah menggunakan sistem ini yakni aplikasi MPOS. Tolong sampaikan
ke KPK Pemda mana saja yang belum mau Bank NTT kelola sembilan pajak daerah.
Nanti sampaikan. Terus terang di NTT ini SDM Pemda itu lemah semua. Didorong,
ditegur, baru datang. Saya bolak balik pak. Biar saya panggil ke KPK saja,
kalau nggak mu dibina ya diselesaikan saja. Seperti itu. Nanti tolong
komunikasikan Pemda-Pemda mana,”tegas Haris
Untuk diketahui, sebagai pengganti alat
rekam transaksi online (tapping box),
Bank NTT menyediakan EDC sebagai sarana pembayaran pajak daerah yang memiliki
fitur, salah satunya MPOS yakni aplikasi yang diperuntukkan untuk pajak hotel
dan resto. Tak hanya itu, ada juga aplikasi retribusi untuk retribusi daerah
seperti parkir, wisata, pasar dan sebagainya. Dan ada juga dashboard monitoring
yakni fitur yang disewakan kepada Pemda untuk mengontrol dan mengatur besaran
nominal pungutan pajak dana retribusi daerah.
Ditambahkan Handayani bahwa KPK ingin
memastikan pendapatan dari pajak daerah ini tidak bocor ke saku oknum tertentu.
“Salah satu upayanya adalah ada data yang terkoneksi dan ada sistem yang bisa mengendalikan.
Kalau empat Pemda ini belum punya sistem pembayaran pajak, ini sangat rentan
sekali. Kami juga khawatir. Pajak-pajak daerah
yang masuk sudah dikelola dengan benar, atau jangan-jangan sudah dikorupsi disana. Nah kita harap Bank
NTT bisa berperan. Setelah rapat ini kami mendorong agar ada rekomendasi, Pemda
segera diproses untuk proses integrasi data pajaknya. Agar potensi-potensi
penyelewengan ini bisa terhindari,”tegasnya serius.
Saat itu pihak Bank NTT menjelaskan mengenai
host to host Bank NTT dan pemerintah
daerah dalam pembayaran pajak dimana dari Pemerintah Provinsi NTT beserta 22
kabupaten/kota, sebanyak 19 daerah pembayaran pajaknya dalam status live
sedangkan empat lainnya masih berproses. Keempat kabupaten itu, Sabu Raijua,
Sumba Barat, Lembata dan Nagekeo.
Diperjelas Direktur Dana dan Treasury Bank
NTT, Yohanis Landu Praing bahwa kendala yang dihadapi Pemda yang masih dalam
proses H2H yakni pihak Pemda belum memiliki system pembayaran pajak daerah. Tak
hanya itu, melainkan Pemda pun belum menganggarkan biaya untuk pengadaan system
pembayaran pajak daerah serta terakhir, Pemda masih dalam proses pemilihan vendor.
“Kami sudah sampaikan kelebihan dan
kekurangan vendor sehingga silahkan Pemda memilih. Sedangkan pembayaran pajak,
kami gunakan seuruh kanal. Baik lewat ATM, Di@ BISA, Be Ju BISA, juga
Tokopedia. Selain konvensional melalui teller,”tegas dia
Pertemuan itu diakhiri dengan sejumlah
rekomendasi, diantaranya KPK menitip pesan, jika kerjasama pembayaran pajak dan
retribusi harus didorong untuk dilaksnakan pada tahun 2022, namun jika dilaksnakaan
di awal 2023, maka dirasa perlu ada upaya yang memudahkan Pemda. Juga, KPK
meminta agar data-data mengenai pajak dilengkapi dan dikirimkan agar mereka
bisa mempelajarinya, karena Bank NTT merupakan bagian dari Pemda dengan
kewenangan dan kemampuan yang diperuntukan membantu Pemda dari sisi penerimaan
daerah. “Kami minta data MPOS, kami akan badingkan karena potensi di daerah itu
banyak. Banyak restoran, tempat makan,
dan sebagainya, hanya sebagian kecil yang bayar pajak,”pungkas Haris.
Di awal Rakor, Dir TI & Ops Bank NTT,
Hilarius Minggu menegaskan bahwa pihak Bank NTT siap melaksanakan semua
keputusan yang nantinya berdampak pada kesejahteraan masyarakat NTT, serta siap
bekerjasama. (jh)
HUMAS
BANK NTT