HEADLINE

Lahan Seluas 3780 ha di Kawasan Besipae Pada Tahun 1982 di Serahkan Langsung Keluarga Besar Nabuasa Kepada Pemerintah Yang Di wakili Meo Pai dan Meo Besi

Kupang, Jejakhukumindonesia.com, Pemerintah Provinsi(Pemprov) Nusa Tenggara Timur(NTT) membeberkan perihal polemik lahan Besipae, Kabupaten Timur Tengah Selatan(TTS) yang dipermasalahkan saat ini.


Pemprov NTT tetap pada penderian bahwa permasalahan tanah seluas 3780 Hektar yang ada di kawasan Besipae sejak tahun 1982 dan tanah itu diserahkan keluarga besar Nabuasa kepada pemerintah yang diwakili oleh Meo Pai dan Meo Besi yang disaksikan para kepala Desa yakni kepala Desa Mio, Polo, Linamnutu, Oe Ekam, dan Desa Eno Neten.


Areal tanah di Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan merupakan aset pemerintah provinsi yang dijadikan sebagai kawasan pengembangan peternakan. 


Demikian yang disampaikan oleh kepala Badan Aset dan Pendapatan Daerah Provinsi NTT, Alex Lumba, S.H, M.H dalam jumpa pers dengan para Wartawan yang berlangsung di kantor Gubernur NTT, Sabtu(22/10).


Menurut Alex, permasalahan tanah seluas 3780 ha yang ada di kawasan Besipae dan pada tahun 1982, tanah itu diserahkan langsung oleh keluarga besar Nabuasa kepada pemerintah yang diwakili oleh Meo Pai dan Meo Besi. 


Dikatakan Alex, lahan tersebut saat itu diperuntukan sebagai lokasi pengembangan peternakan di NTT dan pada tahun 1986, diproses sertifikat dan diterbitkan oleh BPN. 


Namun, lanjutnya,  di tahun 2012 sertifikat tersebut hilang dan diproses ulang oleh pemprov NTT dan sudah ada sertifikat terbaru.


Dijelaskan, pada saat itu juga masih ada okupan yang diwakili oleh saudara Selan Cs, dan saudara Nikodemus Manao dan 37 Kepala Keluarga(KK). bahkan, mereka mengusir Pegawai instalasi peternakan yang ada di Besipae.


Seiring waktu berjalan, Pemprov NTT ingin melakukan program pemberdayaan masyarakat. Maka pada tahun 2020 sebelum dilakukan program didahului dengan sosialisasi dan saat itu masyarakat menerima.


Namun, jelas Dia,  saat itu ada aksi demontrasi dan protes  dari 37 KK yang ada dilokasi tersebut, sehingga pemerintah menghubungi Keluarga besar Nabuasa dan meminta agar mereka memberikan lahan tersebut.


Selanjutnya, pemerintah membangun 14 unit rumah dengan tujuan untuk menampung para okupan serta memberikan lahan seluas 800 meter persegi bagi setiap KK agar mereka bisa berusaha untuk bertani.


Dijelaskan, dari 37 KK itu, yang menerima rumah tersebut hanya 19 KK sedangkan 18 KK lainnya menolak. 


Padahal, pemerintah sudah membangun rumah dan sudah menyiapkan lahan usaha mereka maupun tanah yang sudah diserahkan oleh keluarga Nabuasa

Alex menjelaskan bahwa, hingga saat ini 19 KK masih mendiami lahan yang diserahkan oleh Keluarga Nabuasa. sedangkan 18 KK lain, setelah proses demontrasi, kemudian mereka hilang dari lokasi tersebut.


"pada tahun 2022 ini pemerintah merencanakan untuk pembangunan di lokasi tersebut, dengan program yang telah disiapkan oleh masing-masing perangkat daerah terkait, seperti Dinas PUPR, peternakan dan lainnya. Waktu pihak ketiga kerja, maka datanglah para Warga yang demo. Mereka sebelumnya tinggal di lokasi itu tapi menghilang dan saat itu muncul di lokasi" tuturnya


Menurut Alex, ketika Mereka menghilang dari lokasi itu, kunci-kunci rumah telah diserahkan oleh Pengprov NTT kepada Kapolsek dan Camat dengan tujuan ketika ada masyarakat yang ingin menempati, maka bisa diberikan.


"tetapi pada saat mereka kembali, mereka tidak berkomunikasi dengan camat dan kapolsek, tetapi mengambil tindakan sendiri dengan membongkar kunci-kunci yang ada. Kemudian mereka masuk tinggal hingga kejadian sampai kemarin(red)" ujarnya


Dikatakan, sebenarnya pemerintah tidak mempersoalkan mereka untuk tinggal di rumah tersebut, tapi saat proses berjalan, yakni alat-alat berat mulai bekerja, maka pola yang mereka pakai sama seperti aksi-aksi sebelumnya, yakni mengedepankan Perempuan dan Anak-anak. 


"ada buktinya, yakni, saat alat berat bergerak atau jalan, perempuan dan anak naik ke atas alat berat dan memaksa operator menjalankan alat berat dengan perhitungan saat alat berat jalan dan mereka jatuh, dan resiko paling besar adalah mereka bisa tergilas" jelas Alex


Menurut Alex, apa yang ada di pikiran mereka, yakni program apa yang dibuat pemerintah seperti program pemberdayaan itu selalu salah, sehingga muncullah kejadian.  Untuk itu, dari hasil rapat yang disepakati agar para okupan siap diterbitkan. 


Tentang ada pembongkaran rumah yang sudah dibangun pemerintah, Alex mengatakan, karena dari mereka ada penghuni ilegal. bahkan, ada okupan yang tidak punya KTP di lokasi tersebut.

ada pemberitahuan penertiban atau perintah pengosongan dari pemerintah yang disampaikan sebelumnya. 


*Petugas Instalasi Dipukul*


Alex menuturkan, pada senin 17 Oktober 2022, pihaknya menyampaikan surat lewat Kepala Instalasi Peternakan Besipae, Bernard Seran alias Jaka. Saat Jaka menyerahkan surat pertama diterima oleh Daud Selan. kemudian, juga disampaikan kepada pemerintah setempat Desa dan aparat keamanan setempat. 


Setelah itu, Jaka kembali menyerahkan surat ke okupan lain, saat itu, Jaka dipegang oleh Daud Selan dan Dia(Jaka) dipukul oleh Nikodemus Manao.


Setelah kejadian itu, jelas Alex, Jaka menghubunginya dan meminta agar Jaka menghubungi juga pihak kepolisian dan melaporkan kejadian tersebut.


"saat itu, Daud Selan menemuinya dan meminta agar masalah itu diselesaikan secara baik-baik dan tidak boleh dilaporkan ke aparat kepolisian. Namun Jaka mengatakan, itu adalah pidana dan Negara kita adalah Negara Hukum maka tetap diproses Hukum" ujar Alex


Dikatakan, Jaka sudah melaporkan kasus itu ke Polisi dan saat ini Jaka sudah kembali bekerja

Terkait surat perintah pengosongan tersebut, Ia mengatakan, pemerintah memberikan jangka waktu 2 x 24 jam. namun, saat tenggang waktu, tidak dilakukan oleh okupan, maka pemerintah melakukan penertiban yang telah dilakukan sejak Kamis 20 Oktober 2022 hingga saat ini.


Turut hadir pada kesempatan ini, Plt. Sekda NTT, Johanna E. Lisapaly, Karo Hukum, Max Sombu, Kadis PUPR Provinsi NTT, Maksi Nenabu.(*)

Baca juga