HEADLINE

Mangkrak 15 Tahun, Gedung DPRD Senilai Rp 10 M Jadi Rumah Hantu

Mbay;Jejakhukumindonesia.com,Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nagekeo yang dibangun dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2007 senilai Rp 10 Milyar, telah mangkrak sekitar 15 tahun. Gedung 3 lantai tersebut kini bak rumah hantu di tengah hutan.


Seperti disaksikan Tim Media ini Jumat (25/11/22), gedung ini tampak menghadap ke kantor Bupati Nagekeo (bersebelahan, red). Namun dari kejauhan, tampak pohon-pohon liar dan semak belukar tumbuh di sekeliling gedung. Lantai 1 gedung mangkrak itu nyaris tak terlihat karena ditutupi pepohonan liar dan semak belukar.

 

Wartawan berusaha mencari jalan alias akses masuk ke gedung tersebut. Namun wartawan kesulitan mendapatkan akses masuk karena gedung mangkrak ini telah dikelilingi oleh pepohonan liar dan tanaman semak belukar yang sangat rapat. Bahkan ada tanaman belukar  yang melata hingga ke dinding tembok lantai 2.


Setelah mengitari gedung mangkrak ini, terlihat ada semak yang bisa dilalui di bagian belakang gedung (sebelah timur, red). Wartawan turun dari mobil dan menerobos semak belukar di salah satu sudut gedung yang dindingnya terbuat dari batu bata merah itu.


Dari jarak sekitar 2 meter dari gedung, tampak gedung tersebut bak tenggelam  sekitar 50 cm dari badan jalan dan bahu jalan. Rapatnya pepohonan dan semak belukar di sekeliling gedung DPRD ‘Mangkrak’ Nagekeo tersebut, bahkan menutup cahaya matahari ke dalam gedung.


Bagian dalam gedung ini tampak gelap (walaupun di siang hari, red). Udaranya terasa basah dan pengab. Bau lumpur terhirup tajam. Wartawan menyalakan senter handphone untuk menyinari bagian dalam gedung.


Tampak lumpur tebal di seluruh lantai gedung. Lumpur basah itu tampak retak-retak bak lumpur di danau kering. Ada juga gundukan-gundukan tanah seperti sarang laron/semut hutan.


Di bagian tengah gedung (emperan tengah, red) tampak 2 batang pohon tumbuh subur. Bahkan 1 pohon diantaranya, batangnya sebesar pelukan orang dewasa. Tingginya melebihi atap gedung 3 lantai tersebut.


Wartawan mencoba menerobos masuk ke dalam gedung, namun terasa ada suasana yang tak nyaman. Bulu kuduk terasa berdiri. Bau lumpur dan udara yang basah seakan menyumbat pernapasan.


Namun tiba-tiba ada bunyi patahan kayu kering bak bunyi langkah kaki orang. Wartawan memperhatikan keadaan sekeliling, mengira bunyi langkah kaki itu berasal dari rekan wartawan lain yang menyusul dari belakang. Namun tak ada orang lain di dalam gedung itu.


Bersamaan dengan itu tercium bau tanah yang menyengat. Bulu kuduk terasa berdiri, bahkan tubuh terasa merinding di tengah hari (sekitar Pukul 12.00 Wita). Siapa pun yang masuk gedung ini akan merasakan aura negatif di dalam gedung makrak itu.


Menghadapi situasi itu, wartawan menghentikan langkah sejenak dan menarik napas. Wartawan pun memutuskan untuk tidak melanjutkan penelusuran di lantai 2 dan 3 gedung itu. Setelah berbalik meninggalkan gedung itu, datanglah rekan wartawan yang sejak tadi sedang sibuk mengambil gambar gedung mangkrak itu dari jalan hotmix yang mengitari gedung itu.


Tim Wartawan pun mencoba mencari informasi dari warga sekitar tentang bangunan mangkrak tersebut. Informasi yang diperoleh, sebelumnya lokasi pembangunan gedung DPRD Mangkrak tersebut adalah sebuah danau alias rawa-rawa. Lokasi tersebut memang dikenal angker.


Danau yang menampung air hujan itu selalu penuh di setiap musim hujan. Namun setelah dibangun drainase di lokasi perkantoran tersebut, air hujan dari daerah tersebut disalurkan ke Saluran Irigasi Mbay.


Karena lahan tempat pembangunan gedung tersebut bekas danau, maka permukaan gedung tersebut terus turun setiap tahun karena selalu tergenang air. Akibatnya, air dan lumpur selalu menggenai lantai bawah gedung tersebut.


Dari informasi yang dihimpun Tim Wartawan dari berbagai sumber, ternyata gedung makrak itu dibangun dengan dana sekitar Rp 10 Milyar di tahun 2007. Gedung yang telah diatap tersebut tidak dilanjutkan pembangunannya karena tanah tempat gedung tersebut berdiri merupakan lahan sengketa yang hingga kini belum ada Sertifikat Hak Milik (SHM).


Namun DPRD Nagekeo saat itu seakan memaksakan pembangunan gedung tersebut. Akibatnya, pembangunan gedung tersebut tidak dapat dilanjutkan pembangunannya alias mangkrak karena lahannya masih bermasalah hukum.


Beberapa tahun lalu, Pemkab Nagekeo pernah meminta Tim Teknik dari Universitas Flores (Unflor) untuk menilai kekuatan dan kelayakan gedung tersebut, apakah dapat dilanjutkan atau tidak. Namun saat tim teknik dari Unflor tersebut beraktivitas di dalam gedung tersebut, terjadi keanehan.

Salah satu alat tiba-tiba terpental dan hilang di dalam gedung. Setelah dibuat semacam ritual, alat itu kemudian muncul dengan sendirinya. (*tim)

Baca juga