HEADLINE

Kajian Penlok Bandara Surabaya II Untuk Ganti Penlok 2011 yang Berada di Lahan Milik TNI

Kupang;Jejakhukumindonesia.com, Kajian Penempatan Lokasi (Penlok) Bandara Surabaya II di Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo, NTT Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Bandara Surabaya II Tahun 2011 dan Hasil Peninjauan Kembali Penlok oleh Pemkab Nagekeo pada Tahun 2016 yang letak lokasi/areal pembangunan bandaranya masuk ke Tanah milik TNI-AD.


Demikian dijalaskan Kepala Bappelitbangda Kabupaten Nagekeo, NTT, Kasmir Dhoy yang dikonfirmasi Tim Media ini melalui hanphone-nya pada Senin (20/3/2023) terkait masalah pembangunan BS II sebagaimana diberitakan berbagai media saat ini.


“Kajian Penlok Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Tahun 2011 yang seluruh areal pembangunan Bandara baik sisi darat maupun sisi udaranya, masuk dalam tanah milik TNI-AD seluas 90 hektar. Jadi Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan untuk memindahkan lokasi bandara dari tanah milik TNI-AD ke tanah milik Pemkab Nagekeo (eks bandara Jepang/Sisa River Aerodrome). Jadi tidak benar kalau dikatakan Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan pada lokasi yang sama. Itu menyesatkan,” tandasnya.


Menurut Kasmir, Pemkab Nagekeo pada tahun 2016 melakukan peninjauan kembali Penlok Tahun 2011 (untuk memperbaharui Penlok 2011 yang kadaluarsa karena sudah lebih dari 5 tahun, red). “Namin sebagian besar lokasi/areal pembangunan Bandara, baik run way, apron dan taxi way-nya juga masih masuk di dalam tanah milik TNI-AD,” ungkap Kasmir.


Pemkab Nagekeo dan Departemen Perhubungan, lanjut Kasmir, telah melobi pihak TNI-AD untuk meminta Izin penggunaan tanah sekitar 90 hektar milik TNI-AD tersebut, namun pihak TNI-AD tidak dapat memberikan Izin karena tanah seluas 90 hektar tersebut telah ada rencana peruntukannya.


Jadi Penlok Tahun 2011 dan Peninjauan Kembali Penlok pada Tahun 2016, jelas Kasmir, tidak bisa digunakan sebagai acuan pembangunan bandara karena lokasi/areal pembangunan bandara berada di atas tanah milik TNI-AD (di sebelah Selatan areal lokasi Bandara Surabaya II saat ini, red).


Oleh karena itu, lanjut Kasmir, agar Bandara dapat dibangun maka mesti dilakukan Kajian Penlok baru. Pada tahun 2018, Pemkab Nagekeo melakukan pengukuran ulang lahan milik Pemkab yakni bekas Bandara Surabaya II. “Sehingga pada tahun 2020, terbitlah Sertifikat tanah Bandara Surabaya II seluas 49 hektar,” ujarnya.


Setelah terbit sertfikat tersebut, kata Kasmir, Pemkab Nagekeo memindahkan lokasi pembangunan Bandara dari tanah milik TNI kembali ke bekas Bandara Surabaya II. “Maka sesuai aturan, Pemkab Nagekeo mesti melakukan Kajian Penlok baru pada tanah milik Pemkab Nagekeo yakni pada lahan eks Bandara Surabaya II yang dibangun Jepang pada masa Perang Dunia II,” paparnya.


Menindaklanjuti hal itu, jelas Kasmir, pada tahun 2021 Pemkab Nagekeo melakukan Kajian Penlok baru untuk mengembalikan lokasi pembangunan Bandara pada lahan milik Pemkab Nagekeo seluas 49 hektar (eks bandara Jepang) yang oleh Sekutu disebut Sisa River Aerodrome. “Sejak pembangunan Jaringan Irigasi Mbay, lokasi ini memang sudah dipisahkan/dibebaskan untuk pembangunan bandara,” ujarnya.


Untuk pembiayaannya, Kasmir merincikan, alokasi anggaran untuk Kajian Penlok 2021 yang dilaksanakan oleh tim ahli dari PT LAPI melalui skema swakelola  sebesar Rp 1.694.542.287. Dari alokasi tersebut, Pagu anggaran Kegiatan Kajian Penlok sebesar Rp 1.500.000. Nilai Kontrak Swakelola yang ditandatangani sebesar Rp 1.496.535.000. Dari nilai kontrak tersebut, direalisasikan sebesar Rp 1.487.102.632.


Kasmir juga membantah, informasi yang menyebut bahwa dari realisasi kontrak sebesar Rp 1,487 M tersebut, dialokasikan biaya perjalanan dinas bolak-balik Jakarta mengurusi administrasi dan konsultasi sebesar Rp 500 juta. “Jadi tidak benar kalau dikatakan ada dana Perjalanan Dinas Rp 500 juta,” tegasnya.


Yang disesalkan Kasmir, informasi yang tidak benar tersebut justru berasal dari Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo, Marselinus Ajo Bupu dalam konferensi persnya pada Senin (21/3/23). “Saya tegaskan, tidak ada dana Rp 2 M untuk Penlok dan dana Rp 500 juta untuk perjalanan dinas. Itu tidak benar dan menyesatkan,” tandasnya.


Mengenai Kajian Penlok yang di swakelola, Kasmir mengatakan, Bappelitbangda memiliki dasar hukum untuk melakukannya “Rujukannya adalah Permendagri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan yang mana pelaksanaan penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara swakelola dan/atau kerja sama dengan pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.


Karena Pemkab Nagekeo belum memilik tenaga ahli yang dibutuhkan untuk kajian dimaksud, paparnya, maka berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah dan Perka LKPP Nomor 3 tahun 2021 tentang Pedomaan Swakelola, Pemkab Nagekeo melalui Bappelitbangda melaksanakan Kontrak Swakelola Tipe II dengan Tim Pelaksana Swakelola dari Institut Teknologi Bandung yang dikoordinasikan dalam PT. LAPI ITB. “Dengan dukungan Tim Swakelola Tipe II dan Tim Kelitbangan, dokumen Kajian Bandara Surabaya II Tahun 2021 diharapkan lebih bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan” harap Kasmir. (./tim)

Baca juga