HEADLINE

OMBUDSMAN RI PERWAKILAN NTT MENERIMA KUNJUNGAN BADAN MUSYAWARAH PERGURUAN SWASTA (BMPS)

KUPANG;Jejakhukumindonesia.com OMBUDSMAN NTT menerima kunjungan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) yang mewadahi sekolah-sekolah swasta di ruang rapat baru baru ini. 


Kunjungan dipimpin Ketua Umum BMPS Provinsi NTT Winston Neil Rondo dan para pengurus serta sejumlah kepala sekolah swasta. Kunjungan tersebut antara lain dalam rangka membicarakan beberapa persoalan sekolah swasta dalam menghadapi pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada bulan Juni mendatang.


 Sebagai informasi bahwa sekolah swasta jenjang SMA/SMK di Kota Kupang berjumlah 43 sekolah. Terdapat 23 sekolah atau 53.49% sekolah dengan jumlah siswa dibawah 100 orang dan sebanyak 20 sekolah atau 46.51% sekolah dengan jumlah siswa diatas 101 orang. Terdapat 14 sekolah atau 32.56% sekolah dengan total jumlah siswa kurang dari 50 orang. Sementara sekolah negeri yang berjumlah 21 sekolah namun menampung siswa sebanyak 21.493 orang atau sebesar 79.13%. Sementara sekolah swasta sebanyak 43 sekolah namun hanya menampung 5.669 siswa atau 20.87%."jelasnya 


 Hal ini menggambarkan kepincangan serius penyebaran peserta didik ke sekolah negeri dan sekolah swasta. Kepincangan ini dirasakan sebagai sebuah ketidakadilan karena kebijakan PPDB berpotensi meminggirkan sekolah swasta. 


Terkait PPDB, kepada BMPS saya menyampaikan beberapa permasalahan klasik yang kerap terjadi setiap tahun pada saat penerimaan peserta didik baru, khusus di SMA/SMK negeri adalah:

 pertama:  Pelanggaran petunjuk tekhnis (Juknis) oleh sekolah meski Juknis tersebut ditetapkan dengan Peraturan gubernur. Pelanggaran didominasi oleh penambahan jumlah rombongan belajar (Rombel) melebihi ketentuan maksimal pada juknis yang menyebabkan pengalihfungsian beberapa ruangan aula dan laboratorium sebagai ruang kelas. 


Kedua: pelaksanaan sistem pembelajaran double shift pada beberapa sekolah. Penambahan rombongan belajar yang tidak seimbang dengan ketersediaan ruang kelas juga berimbas pada jumlah siswa dalam satu rombel yang seharusnya maksimal 36 siswa menjadi lebih dari 36. Sekolah-sekolah tersebut tidak lagi mengindahkan standar jumlah rombel dan jumlah siswa per kelas sebagaimana digariskan badan Standar Nasional pendidikan (BSNP). 


Ketiga: adanya desakan pemangku kepentingan yang ditujukan ke para kepala sekolah atau panitia PPDB agar menerima calon siswa baru sebagaimana diminta tanpa mempertimbangkan persyaratan dan prosedur.


 Keempat; Khusus aplikasi pendaftaran online, dalam waktu kurang dari 15 menit kuota pendaftaran untuk semua pilihan baik jalur zonasi, jalur berprestasi maupun perpindahan orang tua langsung penuh. 


Para siswa dan orang tua mengeluh karena banyak siswa yang tinggal di area zonasi I atau terdekat dari sekolah tidak bisa lagi mendaftar.


Dalam rangka menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, non diskriminatif, dan berkeadilan demi peningkatan akses layanan pendidikan, maka kita semua berharap agar seluruh sekolah konsisten mematuhi Keputusan Gubernur NTT tentang penetapan daya tampung sekolah  khusus terkait jumlah rombongan belajar dan jumlah siswa per kelas, demikian agar pemerintah provinsi tetap kokoh pada juknis yang telah ditetapkan dan tidak menjadikan penambahan rombongan belajar sebagai solusi apapun besarnya tekanan publik yang muncul. 

"Hal ini semata-mata karena tanggung jawab kita semua untuk menjaga proses PPDB agar tetap kredibel guna menghasilkan output pendidikan yang berkualitas."harap darius 


 Kita semua yakin bahwa tidak ada hasil yang mengkhianati proses. Untuk itu Ombudsman NTT akan melakukan pemantauan langsung pelaksanaan PPDB di sejumlah sekolah pada tanggal 20-22 Juni dengan menggunakan Instrumen Pengawasan PPDB 2023.


 Terima kasih kepada pengurus dan anggota Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) atas kunjungan dan diskusi ini, semoga bermanfaat bagi dunia pendidikan di NTT. (*)


Baca juga