HEADLINE

Pengacara Yance Mesah akan Laporkan BPN Kota Kupang ke Satgas Mafia Tanah dan Meminta Polda NTT Segera Gelar Kasus Pemalsuan Tanda Tangan

 

Kupang;Jejakhukumindonesia.com, Kasus mafia tanah di Kota Kupang sampai dengan saat ini masih sangat meresahkan masyarakat dimana kasus  permainan ini diduga ada Kong kali kong antara para mafia tanah dengan oknum pejabat BPN Kota. Yance Mesah berencana akan melaporkan BPN Kota Kupang ke satgas mafia tanah sekaligus meminta Polda NTT segera  menggelar kasus pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan oleh oknum berinisial LO.


Dalam keterangan pers nya, Yance Mesah didampingi Neldenci Nalle Ndun sebagai pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor : 229/1986 yang mana sejak sertifikat tersebut dimohonkan sampai saat ini tidak pernah diterima oleh ibu Neldentji yang terletak di Bimoku Kelurahan Lasiana Kota Kupang yang diduga telah digelapkan oleh pihak BPN bersama dengan oknum LO, pada tahun 1987 dengan cara berkerja sama dengan Ibu Ida kemudian untuk memuluskan modus mafia tersebut maka dijadikan ibu Ida seolah-olah adalah pemilik tanah dengan cara mendatangi Pihak Desa Lasiana untuk membuat KTP Sementara dengan menggunakan Pas Foto Ibu Ida,namun nama pada KTP Sementara tetap memakai nama Neldentji Nalle Ndun, kemudian berdasarkan KTP Sementara tersebut dibawah ke Notaris sebagai dasar peralihan hak atas tanah milik Ibu Neldendji. Kasus ini terungkap ketika pada bulan Nopember 2022 saudara Marthen Bessie menyerahkan foto copy AJB atas tanah milik Korban kepada Yance Mesah, kemudian berdasarkan AJB tersebut, Korban meminta Adv. Marsel Radja dkk mengajukan Gugatan ke Pengadilan Negeri Kupang dan ketika pembuktian pihak notaris pada bulan Agustus 2023 membawa Minuta AJB dan KTP Sementara dalam persidangan dan ternyata tanda tangan pada AJB dan pas foto yang ada pada KTP Sementara bukan Pas Foto dan tanda tangan milik Ibu Neldentji Nalle Ndun namun merupakan milik dari Ibu Ida, Sehingga penggunaan AJB dan KTP Sementara yang diduga Palsu tersebut dilaporkan oleh Ibu Neldentji ke Polda NTT. Dan untuk diketahui bahwa Laporan ibu Neldentji tersebut pernah digelarkan untuk ditingkatkan ke penyidikan akan tetapi masih terdapat perbedaan pendapat sebagaimana diatur dalam pasal 79 ayat (1) KUHP mengenai daluwarsa, namun pasal tersebut telah dicabut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 118 Tahun 2022 menyatakan dengan jelas dalam amarnya bahwa daluwarsa surat terhitung sejak surat tersebut diketahui, digunakan, dan menimbulkan kerugian.  Sehingga seharusnya Laporan ibu Neldentdji sudah dapat ditingkatkan ke penyidikan. Karena berdasarkan Bukti KTP Asli Ibu Ida tahun 1987, Rapot dari Anak Ibu Ida tahun 1991 sangat jelas menunjukan bahwa tanda tangan pada AJB dan Pas Foto pada KTP Sementara merupakan milik Ibu Ida dan hal tersebut telah diakui oleh Notaris dan anak dari Ibu Ida. Dan untuk menghindari penggelapan bukti, pengaburan bukti baik itu pengaburan batas-batas tanah oleh oknum  pejabat BPN Kota Kupang yang diduga selaku mafia tanah pada BPN Kota Kupang yang bersekongkol dengan oknum MF maka selayaknya dan berdasarkan hukum penyidik segera lakukan gelar perkara dan amankan barang bukti agar tidak menyulitkan penyidik dalam mengusut kasus tersebut. Karena ada kuat dugaan bukti bukti yang terkait Laporan Ibu Neldentji dibuat kabur oleh BPN Kota Kupang bersama oknum MF yang dibuktikan pada tanggal 14 Juni 2024, BPN Kota Kupang lakukan pengukuran penggabungan SHM.No.303, 302 dan 301 yang ke-3 sertifikat tersebut merupakan hasil Pemecahan dari SHM No.229 tahun 1986 milik ibu Neldentji Nalle Ndun. yang anehnya BPN Kota Kupang dan oknum MF telah diperiksa sebagai saksi terkait pemalsuan tersebut namun BPN Kota Kupang mengabulkan permohonan penggabungan sertipikat tanah No.301, 302 dan 303 yang diajukan oleh oknum MF.


"Tadi kami keberatan, sementara dokumen-dokumen sertifikat yang hendak digabungkan tersebut untuk sementara dalam proses penyidikan di  Polda NTT terkait pidana pemalsuan. Dengan adanya BPN tidak mendengar maka Kami akan bersurat ke satgas mafia tanah dan polda NTT. Karena di duga kuat oknum oknum pada BPN Kota Kupang bagian dari mafia,dan sengaja menghilangkan hak orang lain. Dan sangat jelas bahwa,Tante (Neldenci Nale Ndun) tidak pernah melakukan pengajuan  jual beli. Dan ini pun sudah mau di sita.  Oleh karena itu pengukuran penggabungan ini di duga kuat  merupakan upaya menggelapkan barang bukti atau membuat barang bukti jadi kabur maka saya minta Polda NTT segera gelar dan penetapan tersangka" Jelasnya. 


Menurut Yance,Seharusnya BPN Kota Kupang tidak mengabulkan permohonan penggabungan sertipikat tersebut karena baik BPN Kota Kupang maupun Oknum MF telah diperiksa sebagai saksi terkait pemalsuan surat yang dilaporkan Ibu Neldentji pada Polda NTT dan  ke-3 sertifikat tersebut merupakan hasil perbuatan pidana yang dilakukan oknum LO yang sementara berproses di Polda NTT. 


Tambahnya, Menyangkut dengan saudara MF menerangkan bahwa, dia beli dari saudara Jhon Elim itu pun pada tahun 2007 dan 2008. Om saya Hendrik Imanuel Ndun kirim surat kepada Notaris dan saudara MF dan Jhon Elim tentang jual beli tanah milik dari pada keluarga Ndun tetapi tidak di tanggapi. 


Kronologi Tanah:

Permohonan penggabungan sertifikat dari saudara MF terhadap SHM No : 301 Tahun 1988, 301, 302 Tahun 1988, 303 Tahun 1988. Di mana 3 sertifikat ini di pecahkan dari SHM No: 229 tahun 1986 atas nama Neldenci Nale Ndun. 


Kemudian tanah milik Neldenci Nale Ndun No :229 tahun 1986 ini tidak pernah di jual belikan. Pada saat pengukuran sertifikat tahun 80an. Ibu  Neldenci tidak pernah memperoleh sertifikat sedangkan menurut BPN Sertifikat sementara berproses, karena tidak berproses tante diam-diam. Setelah tanah ini dititipkan kepada saya (Yance Tobias Mesah) untuk saya jaga sekitar tahun 1993-1994 saat saya sekolah di SMAN 4. Saat saya jaga dari 1993-2007 baru ada kegiatan di atas tanah milik tante saya, sehingga pada saat itu tahun 2007 saya sebagai penerima mandat sebagai penjaga tanah tersebut maka,  pada saat itu saya keberatan atas aktivitas di lokasi tanah dan saya langsung ke toko miliknya saudara MF, ketika sampai di sana saudara MF lagi di Surabaya, sehingga saya ketemu dengan istrinya jadi dia menerangkan bahwa,  mereka tidak punya tanah di Bimoku,  malah istri dari saudara MF ini meminta saya komunikasi dengan Duta Bangunan karena mungkin itu tanah milik Duta Bangunan. Saya ke Duta Bangunan dan di sana mereka mengatakan bahwa kami tidak punya tanah di situ.  


Keesokan harinya saya ke lokasi dan bertemu dengan staf MF bernama Simson Amtiran dan menyampaikan agar tidak lagi melakukan aktivitas di lokasi ini.  Maka, dia komunikasi dengan saudara MF di Surabaya dan bicara dengan saya bahwa dalam 1 atau 2 hari dia kembali ke kupang baru ketemu dengan saya (Yance). Setelah pulang dia (MF) ketemu dengan saya pada sore hari di lokasi. Disitu saudara MF menerangkan bahwa dia beli ini tanah dari saudara Jhon Elim.


 Kami pun berusaha minta Akta Jual Beli (AJB) antara Jhon Elim dengan tante saya (Neldentji) supaya kami tahu benar tidak tanda tangan dalam proses AJB merupakan tanda tangan Neldentji, karena Neldentji tidak pernah menjual tanah tersebut, bahkan Neldentji tidak pernah menerima sertifikat dari BPN. Dan saya mencoba untuk mengecek dan  pada tahun 2015/2016 saya peroleh sertifikat tante saya dari Notaris Silvester Manbait Feto di Pertamina Oebelo dan sekaligus meminta dengan AJB dia (Silvester) tetapi dia minta saya berkoordinasi dengan stafnya di kantor di Jln El Tari. Di Kantor Notaris saya bertemu dengan staf bermarga Zine. Di sana saya mendapatkan penjelasan bahwa, yang beli bukan Jhon Elim tetapi Lorenz Oematan, dan pihak Notaris pun tidak mau menunjukan dan menyerahkan dokumen AJB. Tetapi saya diarahkan untuk ketemu dengan Lorenz Oematan di rumahnya. Setelah bertemu dengan dia (Lorenz) mengatakan bahwa, kalau dia punya tanah seluas itu maka dia sudah kaya raya dan tidak perlu jualan seperti ini. Lewat 2 hari kemudian saya dengan tante dan teman saya bernama San Fatu datang ke rumah Lorenz dan dia menerangkan hal yang sama dan tidak memiliki tanah di sekitar situ (Bimoku). 


Sekitar bulan November 2022, AJB atas nama Neldenci Nalle Ndun No. 14/IV/KKTENG1997, tanggal 08 Juni 1987 saya peroleh dari saudara Marthen Bessie, yang saat itu bekerja di Notaris dan dalam AJB,   Pak Marthen ikut tanda tangan sebagai saksi dan karena AJB hanya foto copy dan ketika dilihat kolom Penjual hanya tertempel meterai meterai  kosong tidak ada tanda tangan Neldendji akan tetap pada sudut kiri atas AJB ada tanda tangan dan paraf tetapi bukan paraf maupun tanda tangan Neldentji, Maka kami minta pengacara untuk gugat ke pengadilan. Saat gugat ke pengadilan, gugatan dinyatakan tidak dapat di terima karena harus di tarik Notaris sebagai pihak. Dan pada saat pembuktian baru Notaris bawa Minuta asli dan foto copi KTP Sementara. Disitu baru di ketahui ada KTP yang digunakan mencatut nama Neldenci Nalle Ndun,  sementara foto dan tanda tangan bukan milik Neldenci. 


Dari hasil penelusuran, foto di KTP Sementara dan tanda tangan pada AJB tersebut adalah  merupakan milik Ibu Ida (Almarhum) istri dari almarhum Daniel Busu. Setelah ditelusuri ke te'o Fin Busu dan anak dari Ibu Ida menyatakan bahwa nama yang tertera pada KPT Sementara adalah nama Mama Ani akan tetapi pas foto dan tanda tangan pada AJB adalah milik Ibu Ida (almarhum). Maka te'o Fin katakan bahwa almarhum adalah mama kecil tetapi sudah menikah ulang. Akhirnya kami peroleh KTP Ibu Ida (almarhum) dari anak nya. Dan setelah dicocokkan tanda tangan dengan KTP Sementara dan yang di AJB ternyata sama.  Maka berdasarkan bukti KTP tahun 1987 dan Raport milik anak ibu Ida Tahun 1991 yang diperoleh dari anak ibu ida tersebut maka teo ani melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan keterangan dalam AJB tersebut  ke Polda NTT dengan laporan polisi no:LP/B/273/VIII/2023/SPKT/13 Agustus 2023  tentang tindak pidana pemalsuan. 


Dan Notaris juga sudah di BAP baik foto yang ada pada KTP Sementara tahun 1987 yang digunakan dalam rangka pembuatan AJB dan tanda tangan pada AJB sama persis dengan KTP tahun 1987 dan Raport  tahun 1991 yang dikasih oleh anaknya Ibu Ida.


Lanjutnya lagi Saya juga diminta sebagai saksi karena saya yang menemukan berkas-berkas ini, saya komunikasi dengan penyidik Polda bahwa mereka pernah gelar ini perkara tetapi terdapat perbedaan pendapat dalam hasil gelar yaitu ada yang bilang daluwarsa dan ada yang bilang tidak daluwarsa dengan merujuk pada pasal 79 ayat 1 KUHP, namun pasal 79 ayat 1 KUHP tersebut telah dibatalkan atau telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan MK No.118/PUU-XX/2022 yaitu Daluwarsa terhitung sejak barang itu diketahui, digunakan dan menimbulkan kerugian, yang mana putusan MK tersebut sejalan dengan Putusan MA No.2278 K/Pid/2007 tanggal 30 Juni 2008, Putusan MA No.825 K/Pid/2014 tanggal 29 Oktober 2014 menyatakan Daluwarsa terhitung sejak barang itu diketahui, digunakan dan menimbulkan kerugian. 


Dengan demikian maka tidak ada lagi alasan perbedaan pendapat oleh peserta gelar pada Polda NTT mengenai  Daluwarsa. Karena sebelum adanya putusan MK No.118 thun 2022 sudah terdapat banyak putusan Mahkamah Agung RI  telah menghukum atau memvonis bersalah Para Pelaku yang menggunakan dokumen palsu. Dan putusan Mahkamah Agung tersebut bersumber dari BAP Penyidik Kepolisian.(*/Tim)

Baca juga