Seminar Nasional Pendidikan; OMBUDSMAN Minta Sekolah Mengurangi Atau Meniadakan Pungutan Pendidikan di NTT

 

 

KUPANG;Jejakhukumindonesia.com,Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur menghadiri kegiatan pelantikan dan seminar nasional Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)  dan Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN) bertempat di aula SMKN 3 Kota Kupang. Sabtu 24/5/25)


Hadir dalam kegiatan tersebut Sekretaris Umum Pengurus Pusat PERGUNU, Dr. Aris Adi Laksono, M.MPd , Pengurus Wilayah Wilayah Pergunu NTT, Pengurus Wilayah JKSN,  Pengurus Wilayah NU NTT, Rektor Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) dan tamu undangan lainnya. 


Pada kesempatan tersebut, Kepala Ombudsman NTT Darius Beda Daton menyampaikan beberapa poin tantangan layanan pendidikan di NTT mulai dari mutu layanan pendidikan, aksesibilitas layanan pendidikan dan tata kelola layanan pendidikan.


 Kepada para Kiyai Nahdlatul Ulama dan para guru dibawah naungan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama saya menyampaikan beberapa realitas layanan pendidikan di Nusa Tenggara Timur sebagai berikut, 

pertama; berdasarkan Data BPS tahun 2024, hanya 32 % lulusan SMA/SMK/SLB di NTT yang melanjutkan ke perguruan tinggi. 

Kedua; terdapat 10.590 anak di Provinsi NTT belum pernah mengenyam pendidikan formal alias tidak sekolah sama sekali. 

Ketiga; berdasarkan data program  "Inovasi" NTT Juni 2024, sebanyak 27.287 murid yang tidak melanjutkan sekolah (tidak tamat SD/SMP). Kategori Anak Tidak Sekolah (ATS) tersebut ada di berbagai jenjang yaitu 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 15 tahun ke atas. 

Keempat; berdasarkan data Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi NTT tahun 2024 dengan indikator infrastruktur sekolah, ketersediaan guru, sarana dan prasarana, serta kualitas pembelajaran, terdapat 11 kabupaten dinyatakan tidak tuntas Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang pendidikan yaitu; Kabupaten TTS, TTU, Belu, Malaka, Manggarai Barat, Alor, Ende, Sabu Raijua, Sumba Timur, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. 

Kelima; pungutan satuan pendidikan atau sumbangan komite di SMA/SMK Negeri di NTT berkisar Rp 50.000 - Rp. 150.000/siswa/bulan terasa cukup memberatkan, terutama bagi para siswa yang orang tuanya tidak mampu. Karena itu diperlukan afirmasi khusus bagi peserta didik tidak mampu agar mereka memiliki kesempatan yang sama untuk sekolah. Saat ini, besaran dana BOS SMA sebesar Rp 1.590.000/siswa/tahun. Besaran dana BOS SMK sebesar Rp 1.690.000/siswa/tahun dan besaran sumbangan komite/pungutan satuan pendidikan Rp 1.800.000/siswa/tahun. Data ini menunjungan sumbangan komite lebih besar dari alokasi Dana BOS.

Keenam; berdasarkan hasil monitoring Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT dalam pengawasan Penerimaan Peserta Didik Baru setiap tahun pelajaran, biaya awal masuk kelas X yang dibebankan kepada peserta didik dengan kisaran Rp. 1.8 juta untuk SMA Negeri dan Rp 2.5 juta untuk SMK Negeri. 

Ketujuh; peserta didik tidak bisa mengikuti atau ditunda  ujian akhir dan tidak bisa mengambil ijasah setelah menamatkan pendidikan di sekolah menengah karena tidak mampu membayar tunggakan pungutan satuan pendidikan. 


Berdasarkan realitas tersebut, kami memohon dukungan dari para Kiyai dan guru-guru Nahdlatul Ulama agar sumbangan komite satuan pendidikan di NTT perlu dihitung cermat dengan efisiensi komponen pembiayaan yang bersumber dari pungutan satuan pendidikan/sumbangan komite yaitu efisiensi jumlah  guru dan tenaga kependidikan, insentif/honor honor tugas tambahan guru, operasional kepala sekolah dan  kegiatan pengembangan pendidikan/ekstra sekolah. 


Hemat kami, jika efisiensi ini dilakukan, sangat membantu para peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu untuk mengakses layanan pendidikan menengah di NTT dengan lebih murah atau gratis pada tahun pelajaran 2025/2026 dan seterusnya. Sebagai contoh sekolah tanpa pungutan adalah SMK Negeri Kolbano, Kabupaten TTS.  Terima kasih kepada Persatuan Guru Nahdlatul Ulama atas terselenggaranya seminar nasional ini.(*)



Baca juga