KOMPAK INDONESIA Desak Kejati NTT Segera Tangkap dan Proses Hukum Kepala LLDIKTI Wilayah XV NTT Atas Dugaan Korupsi Ratusan Juta Rupiah

 

Jakarta;Jejakhukumindonesia.Com,Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK INDONESIA) mendesak Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera bertindak tegas dengan menangkap dan memproses secara hukum Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XV NTT, Adrianus Amheka, beserta jajarannya yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp. 778.841.000,- pada Tahun Anggaran 2023.


Berdasarkan laporan yang kami terima, terdapat indikasi kuat bahwa Adrianus Amheka, dalam jabatannya sebagai Kepala, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), telah secara melawan hukum menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain. Tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Dugaan penyelewengan ini mencakup beberapa modus operandi yang sistematis, di antaranya:


1.Penyalahgunaan Fasilitas Negara untuk Kepentingan Pribadi: Terdapat dugaan penyewaan mobil Toyota Fortuner 2.700 cc yang tidak sesuai dengan standar kendaraan dinas Eselon II B. Lebih parahnya, kendaraan tersebut diduga tidak digunakan untuk kepentingan dinas, melainkan untuk kepentingan pribadi istri Kepala LLDIKTI.


2.Penyalahgunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) untuk Belanja Pribadi: KKP diduga kuat digunakan secara masif untuk kepentingan pribadi Kepala LLDIKTI. Transaksi mencurigakan termasuk pembelian di iBox Lippo Plaza Kupang senilai Rp. 4.858.001, pembelian iPhone 15 Pro Max senilai Rp. 28.000.000 yang diduga untuk istrinya, pembelian iPhone 13 Pro Max senilai Rp. 20.000.000 untuk sekretaris pribadinya, serta pembayaran aplikasi pribadi di App Store. Selain itu, KKP juga digunakan untuk transaksi di berbagai restoran, supermarket, dan SPBU untuk kepentingan pribadi yang dibebankan pada APBN.


3.Mark-up dan Dugaan Pemalsuan Dokumen Pengadaan Kendaraan: Ditemukan indikasi penggelembungan anggaran pengadaan mobil, di mana dari pagu anggaran Rp. 524.159.000,- yang dialokasikan Rp. 338.000.000,- untuk 1 unit mobil, realisasinya hanya pembelian 1 unit mobil pickup Suzuki senilai Rp. 104.000.000,-. Lebih lanjut, terdapat dugaan pemalsuan dokumen STNK yang menyatakan kendaraan pickup sebagai minibus.


4.Pelaksanaan Proyek Fiktif atau Tidak Sesuai Prosedur: Pekerjaan perkerasan jalan lingkungan dengan pagu Rp. 34.700.000,- seharusnya dikerjakan oleh penyedia kualifikasi usaha kecil, namun pada praktiknya diberikan kepada PT. ADHI PERKASA MITRA PRATAMA yang berkualifikasi usaha besar. Ironisnya, pekerjaan tersebut justru dilaksanakan oleh tenaga Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) LLDIKTI sendiri, bukan oleh pihak penyedia jasa.


Perbuatan yang dilakukan oleh Kepala LLDIKTI Wilayah XV NTT dan staf terkait yang terlibat dalam perkara ini secara jelas memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Unsur "melawan hukum", "memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi", dan "merugikan keuangan negara" telah secara nyata terindikasi dari berbagai temuan tersebut.


Selain itu, KOMPAK INDONESIA juga menegaskan bahwa potensi atau itikad baik pengembalian kerugian keuangan negara oleh para pelaku tidak akan menghapus tindak pidana yang telah terjadi. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 4 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang secara tegas menyatakan bahwa, "Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan di pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3." Prinsip ini harus ditegakkan untuk memberikan efek jera dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.


Oleh karena itu, KOMPAK INDONESIA menyatakan sikap:


1.Mendesak Kejaksaan Tinggi NTT untuk SEGERA MENANGKAP DAN MEMPROSES HUKUM Adrianus Amheka selaku Kepala LLDIKTI Wilayah XV NTT beserta seluruh pejabat dan pegawai terkait, termasuk Abdurrahman Abdullah (Kabag Umum/PPSPM), Mesker Lenggu (Bendahara Pengeluaran), dan pihak-pihak lain yang terlibat.


2.Menuntut agar proses hukum berjalan secara transparan, akuntabel, dan profesional. Kami dengan tegas memperingatkan Kejaksaan Tinggi NTT untuk tidak menjadi mafia dalam penanganan perkara ini. Setiap upaya untuk melindungi pelaku atau memperlambat proses hukum akan kami lawan dengan keras.


3.Meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk segera menonaktifkan para pejabat yang terlibat demi kelancaran proses penyidikan.


Dunia pendidikan tinggi seharusnya menjadi mercusuar moral dan integritas, bukan menjadi sarang koruptor. Praktik korupsi di lembaga seperti LLDIKTI tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mencoreng marwah pendidikan dan mengkhianati kepercayaan publik.

Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. (Kompak Indonesia)



Baca juga