Skandal Dana Ikoma Rp2 Miliar di FKM Undana: Calon Rektor Prof. Apris Adu Diduga Tutup Mata

 

KUPANG;Jejakhukumindonesia.com,Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IKOMA) di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang kini mencuat ke permukaan. Dana yang disebut mencapai lebih dari Rp2 miliar itu diduga dipungut tanpa dasar hukum yang jelas serta tidak sesuai dengan ketentuan Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.


Informasi yang beredar menyebutkan, iuran tersebut dipungut dari orang tua mahasiswa dengan alasan untuk mendukung kegiatan akademik dan peningkatan fasilitas belajar. Namun, pungutan itu dilakukan di luar sistem keuangan resmi universitas, menimbulkan pertanyaan besar soal transparansi dan akuntabilitas pengelolaannya.


Dugaan praktik pungutan tanpa dasar ini semakin menjadi sorotan publik lantaran diduga terjadi saat Prof. Apris Adu menjabat sebagai Dekan FKM Undana. Kini, nama Prof. Apris kembali mencuat karena ia juga tengah mencalonkan diri sebagai Rektor Undana periode 2025–2029.


Beberapa pihak menilai, sebagai pimpinan fakultas, Prof. Apris Adu semestinya mengetahui dan bertanggung jawab atas segala aktivitas keuangan di bawah struktur fakultasnya. Namun, ia dinilai terkesan melakukan pembiaran terhadap praktik tersebut.


“Aparat penegak hukum harus menelusuri aliran dana tersebut. Kalau benar mencapai miliaran rupiah dan dikelola di luar mekanisme universitas, maka patut diduga terjadi pelanggaran administratif bahkan pidana,” ujar seorang alumni FKM Undana angkatan 2019, yang meminta identitasnya dirahasiakan, Rabu (15/10/2025).


Ia menambahkan, selama masih menjadi mahasiswa, iuran tersebut bersifat wajib dan menjadi salah satu syarat administrasi perkuliahan.


“Kami membayar tiap semester tanpa tahu dasar hukumnya. Baru setelah lulus, saya sadar kalau pungutan seperti itu bertentangan dengan aturan. Kalau dana itu dikelola fakultas tanpa keputusan rektorat atau mekanisme resmi, jelas menyalahi aturan,” tambahnya.


Sejumlah akademisi menilai, praktik tersebut jika terbukti benar, berpotensi melanggar prinsip tata kelola keuangan negara karena Undana berstatus sebagai perguruan tinggi negeri (PTN). Dana yang berasal dari masyarakat seharusnya masuk dalam sistem rekening resmi universitas, bukan dikelola secara mandiri oleh unit fakultas.


Hingga berita ini diturunkan, Prof. Apris Adu belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan tersebut. Upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan melalui pesan singkat dan sambungan telepon belum mendapat jawaban.


Sementara itu, pihak Rektorat Undana juga belum mengeluarkan pernyataan resmi. Beberapa sumber internal menyebut, isu ini telah menjadi pembicaraan hangat di kalangan dosen dan pegawai kampus, terutama menjelang pemilihan rektor baru.


Publik mendesak agar Kejaksaan Tinggi NTT dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek segera turun tangan melakukan audit investigatif terhadap pengelolaan dana Ikoma tersebut. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga integritas Undana sebagai salah satu perguruan tinggi negeri kebanggaan masyarakat Nusa Tenggara Timur.


“Jangan sampai citra kampus rusak hanya karena segelintir oknum yang bermain dengan uang orang tua mahasiswa. Kebenaran harus diungkap, siapa pun yang terlibat harus bertanggung jawab,” tegas salah satu pemerhati pendidikan di Kupang. (* Tim)

Baca juga