HEADLINE

KADES NGGELODAE URBANUS SINLAE' UPAYA BANDING KASUS PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BERLANJUT KE PTUN SURABAYA

 

KUPANG NTT;Jejakhukumindonesia.com, Kepala Desa Nggelodae Kecamatan Rote Selatan Kabupaten Rote Ndao akan melakukan upaya hukum banding atas perkara Nomor, 29/G/2021/PTUN.KPG. Hal ini diutarakan kuasa hukumnya dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Priscilla Tazia Sulaiman, SH.,MH & Rekan. Kasus terkait pemberhentian sejumlah perangkat desa ini telah mendapat amar putusan Majelis Hakim PTUN Kupang pada tanggal, 14 April 2022.

Tim Kuasa Hukum yang akan mendampingi Kepala Desa Nggelodae Urbanus Sinlae, SH dalam upaya hukum banding pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Surabaya diantaranya, Priscilla Tazia Sulaiman, SH.,MH, Melkzon Beri, SH.,M.Si, Beny K.M Taopan, SP.,SH.,MH, Elvianus Goo, SH dan Marlen P. Baoen, SH.

Melkzon Beri, SH.,M.Si salah satu tim kuasa hukum Kepdes Nggelodae kepada awak media diruang kerjanya pada Senin, (18/4/2022) menjelaskan tentang letak pemahaman amar putusan perkara yang dialami kliennya sebagai pihak Tergugat. Menurutnya permohonan ke 7 (tujuh) orang Penggugat untuk menunda obyek sengketa 1 dan 2 yakni menunda pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa oleh Kepala Desa Nggelodae telah ditolak oleh hakim.


Alasan pemberhentian perangkat desa juga bukan tanpa alasan, pemberhentian itu dalam rangka melakukan seleksi untuk pengangkatan perangkat desa yang baru sesuai amanat undang-undang karena sebelumnya diangkat tanpa jalur seleksi. Dalam hal seleksi tersebut perangkat desa yang  diberhentikan telah diberikan kesempatan untuk mengikuti seleksi sesuai formasi jabatan yang ada. Namun ke 7 (tujuh) orang perangkat desa yang diberhentikan itu tidak mengikuti seleksi yang dilakukan oleh Kepala Desa Nggelodae hingga buntutnya mengajukan gugatan ke PTUN Kupang.


Melkzon mengatakan dalam penolakan majelis hakim terhadap permohonan Penggugat tersebut perlu dipahami bahwa untuk pengangkatan perangkat desa yang baru tetap berjalan sampai dengan adanya keputusan hukum sah yang berkekuatan hukum tetap. Melkzon pun menegaskan bahwa tidak benar beredarnya isu atau sinyalemen dalam kasus ini yang mengatakan adanya potensi kerugian negara.

“Kalau kita membaca di pasal 65 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Satu keputusan yang ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya kecuali jika keputusan itu berpotensi menimbulkan kerugian negara. Kedua, jika putusan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan yang ketiga, keputusan itu berpotensi menimbulkan konflik sosial”, tandas Melkzon.


Pengecualian yang disebutkan itu jika dihubungkan dengan putusan PTUN Kupang Nomor, 29/G/2021/PTUN. KPG ternyata hakim menolak permohonan penundaan itu yang berarti bahwa keputusan yang menjadi obyek sengketa 1 dan 2 bukanlah berpotensi menimbulkan kerugian negara. Hal inilah yang mesti dipahami dan diluruskan untuk diketahui oleh masyarakat.

“Jangan melakukan analisis-analisis hukum yang meresahkan. Kita seharusnya memasyarakatkan hukum bukan menghukum masyarakat dengan menggunakan informasi-informasi hukum yang sesat”, ucap Melkzon menanggapi isu dan sinyalemen terkait kerugian negara.


Melkzon pun tidak menampik dan membenarkan bahwa amar putusan itu juga menyatakan obyek sengketa 1 dan 2 dikabulkan dan mewajibkan Kepala Desa Nggelodae untuk mengangkat kembali perangkat desa yang telah diberhentikan dalam kedudukan semula atau yang setara. Tergugat diberi waktu hingga 12 Mei 2022 untuk menyatakan sikap apakah menerima putusan tersebut atau tidak.


Dengan pernyataan banding yang akan dilakukan kliennya itu maka jelas sikap Tergugat tidak menerima putusan tersebut. Sedangkan menyangkut obyek yang dipersengketakan masih tetap dilaksanakan sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap di level banding ataupun kasasi. Pengangkatan terhadap perangkat desa yang sudah dilakukan juga tidak bisa ditunda karena penundaan itu sudah ditolak hakim.


Melkzon juga mempertanyakan kapan waktu pencabutan dan rehabilitasi terkait pernyataan hakim dalam amar putusannya karena permohonan penundaan itu ditolak. Menurutnya apakah dengan SK yang telah dikeluarkan itu hak-hak dari perangkat desa yang lama harus dibayar sejak mereka diberhentikan atau kapan?


Menyoal pertanyaan itu Melkzon  menyatakan bahwa waktunya adalah
pada saat Kepala Desa membuat SK baru atau penetapan kembali terhadap perangkat desa yang telah diberhentikan sehingga terhadap hak-hak perangkat desa yang lama akan dibayar setelah terbit SK baru tentang pengangkatan kembali. Bukan dibayar sejak perangkat desa diberhentikan karena permohonan penundaannya sudah ditolak. Dengan demikian maka hak-hak perangkat desa yang baru masih sah sampai adanya suatu pencabutan SK baru. Mengapa demikian, karena SK perangkat desa yang baru tidak berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Penetapan kembali yang disebutkan juga akan mendudukan perangkat desa yang lama pada jabatan yang lowong. Jika jabatan itu sudah terisi maka harus menunggu hingga ada jabatan yang lowong. Mengapa demikian, karena dalam amar putusan tersebut tidak ada kata “menghukum”.

Hal lain yang diangkat adalah Desa Nggelodae merupakan desa pemekaran sejak tahun 2018, saat itu Bupati Rote Ndao mengangkat seorang “penjabat” desa. Oleh karena terjadi kekosongan pemerintahan desa maka penjabat desa mengangkat perangkat desa tanpa adanya seleksi sesuai norma yang diamanatkan undang-undang tentang desa. Ironisnya penjabat desa saat itu telah menjabat hingga 3 (tiga) tahun. Semestinya penjabat desa hanya menjabat selama 6 (enam) bulan untuk selanjutnya dilakukan proses pemilihan kepala desa defenitif.


Setelah adanya kepala desa defenitif maka proses dan mekanisme pengangkatan perangkat desa barulah dapat dilakukan melalui sebuah seleksi sesuai amanat undang-undang.

“Ini sudah diletakan sejak 2018 sampai 2021 maka kemudian mereka terjebak dalam paradigma berpikir yang diamanatkan oleh UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa yang menyatakan bahwa perangkat desa yang sudah ada itu tetap melaksanakan tugas sampai usia 60 tahun. Jangan lupa bahwa perangkat desa itu adalah staf yang masa jabatannya 1 tahun”, urai Melkzon.

Advokat Peradi ini menambahkan andaikan bupati Rote Ndao memekarkan lagi salah satu desa di Kabupaten Rote Ndao tahun 2022, lalu mengangkat seorang penjabat Kepala Desa dan penjabat itu mengangkat perangkat desa, apakah mereka harus berkerja sampai usia 60 tahun baru diberhentikan, tanyanya?

Menurutnya dengan kasus ini menjadi pembelajaran ketatanegraan khusus bagi penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa, agar tidak lagi terjebak dalam paradigma berpikir sesat.

"Advokat yang juga mantan dekan FH Universitas Tribuana Kalabahi Alor ini menambahkan pada prinsipnya suatu keputusan Tata Usaha Negara harus dianggap sah menurut hukum (rechmatig) sampai dengan ada putusan pengadilan yang membatalkan.

Dalam perkara ini pihaknya sudah mendapat kuasa khusus dari Kades Nggelodae untuk menyatakan banding, maka sudah tentu perkara TUN Nomor 29 ini belum berkekuatan hukum tetap dan karena itu perangkat desa yang sudah dilantik sebagaimana objek sengketa 2 tetap melaksanakan tugas dan hak-hak mereka berupa gaji tetap harus dibayar karena permohonan penundaan objek sengketa 2 tersebut sudah ditolak hakim,

“Khusus terhadap para Penggugat yang adalah perangkat desa yang diberhentikan, tidak dengan serta merta dapat melaksanakan tugas dengan adanya putusan perkara PTUN Nomor 29 tersebut, pasalnya masih ada banding, ya menunggu sajalah”, pungkas sang Advokat asal Nusa Kenari ini. (jh/tim) 

Baca juga