HEADLINE

Rapor Pelayanan Publik Kepolisian, Oleh:Darius Beda Daton, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT

 

KUPANG;Jejakhukumindonesia.com,Tahun 2022 lalu, Ombudsman Republik Indonesia telah melakukan penilaian tingkat kepatuhan Standar Pelayanan Publik secara serentak terhadap  25 kementrian, 14 lembaga, 34 pemerintah provinsi, 98 pemerintah kota dan 415 kabupaten, termasuk diantaranya penilaian terhadap 21 Polres se-NTT. Penilaian dilakukan selama periode Agustus-November 2022 di mana pengambilan data bagi seluruh Polres dilaksanakan oleh tim penilai dari Kantor Perwakilan Ombudsman NTT. Hasil penilaian tersebut diserahkan kepada Kementrian/Lembaga dan pemerintah daerah  yang memperoleh predikat kepatuhan tinggi antara lain 21 Kementerian, 9 lembaga, 19 provinsi, 53 kota dan 170 kabupaten pada hari Kamis  (22/12/2022) bertempat di Hotel Bidakara Jakarta. Penilaian penyelenggaraan pelayanan publik ini merupakan salah satu upaya pencegahan maladministrasi dengan menilai kondisi penyelenggaraan pelayanan publik secara komprehensif dimana menghasilkan opini pengawasan pelayanan publik yang dijadikan acuan kualitas pelayanan kepolisian.


Sesuai rencana, tim Ombudsman RI Kantor Perwakilan NTT akan menyerahkan hasil penilaian kepatuhan Standar Pelayanan Publik 21 Polres tahun 2022 tersebut kepada Kapolda NTT untuk diserahkan lebih lanjut ke Polres-Polres yang mendapat score penilaian tertinggi dan tinggi. Kami memandang perlu berkomunkasi dengan seluruh Polres terkait apa saja yang menjadi variabel penilaian dan seperti apa hasil penilaian terhadap unit pelayanan di polres-polres kita. Saya sangat berharap reaksi positif bagi Polres-Polres yang masih mendapat score penilaian rendah dan memiliki semangat untuk keluar dari score rendah serta menjadikan hasil survei sebagai bahan evaluasi guna perbaikan pelayanan Polres pada masa yang akan datang.


Kepatuhan Standar Pelayanan Publik

Polri memiliki Program “PRESISI” yang ingin membangun  polisi yang  prediktif, responsibilitas, transparansi dan berkeadilan. Program PRESISI dilaksanakan melalui 16 program prioritas yang salah satu diantaranya adalah peningkatan pelayanan publik Polri. Undang-undang Nomor: 37 tahun 2008 mengamanatkan kepada Ombudsman RI agar berkomitmen bekerja secara maksimal  mendorong pemerintah agar selalu hadir  dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Dalam rangka melakukan fungsi pengawasan tersebut, ombudsman melakukan penilaian tingkat kepatuhan di kementrian, lembaga dan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor: 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.  Hal ini sejalan dengan prioritas nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.  Penilaian kepatuhan bertujuan mengingatkan kewajiban penyelenggara negara agar memberikan layanan terbaik kepada masyarakat dengan memenuhi komponen standar pelayanan  sesuai Pasal 15 dan bab V Undang-undang Pelayanan Publik. Dalam penilaian kepatuhan tahun 2022, Ombudsman mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar meningkatkan kualitas pelayanan publik baik dari pemenuhan standar pelayanan, sarana prasarana, kompetensi penyelenggara layanan dan pengelolaan pengaduan. Hasil penilaian diklasifikasikan dengan menggunakan traffic light system hal mana zona merah untuk tingkat kepatuhan rendah, zona kuning untuk tingkat kepatuhan sedang dan zona hijau untuk tingkat kepatuhan tinggi. Pengabaian terhadap standar pelayanan publik akan berpotensi menimbulkan maladministrasi  dan perilaku koruptif yang tidak hanya dilakukan aparatur pemerintah secara individual  namun juga secara sistematis melembaga dalam instansi pelayanan publik tersebut. Dalam jangka panjang pengabaian terhadap standar pelayanan publik berpotensi mengakibatkan penurunan kredibilitas peranan pemerintah sebagai fasilitastor, regulator dan katalisator pembangunan.


Hasil Penilaian Polres se-NTT

Khusus Kepolisian Daerah NTT, tim Ombudsman telah mengunjungi dan menilai 21 Polres. Dari 21 Polres tersebut, terdapat satu Polres yang memperoleh score kualitas tertinggi kategori A dengan interval nilai 88.00-100.00 yaitu Polres Manggarai dengan score 88.73. Hasil penilaian ini linear dengan statistik pengaduan masyarakat ke Ombudsman NTT selama dua tahun terakhir yang mencatat Polres Manggarai zero complain. Pun demikian pengaduan masyarakat ke Itwasda Polda NTT terkait layanan Polres Manggarai yang terkonfirmasi minim komplain.   Diikuti lima Polres yang memperoleh score kualias tinggi kategori B dengan interval nilai 78.00-87.99 antara lain Polres Kupang Kota dengan score 86.23, Polres Sumba Timur dengan score 82.04, Polres Belu dengan score 81.34, Polres Lembata dengan score 79.04 dan Polres Flores Timur dengan score 78.07. Terdapat 14 Polres memperoleh score kualitas sedang kategori C dengan interval nilai  54.00-77.99 antara lain Polres Ende dengan score 68.52, Polres Kupang dengan score 71.59, Polres Malaka dengan score 68.06, Polres Manggarai Timur dengan score 61.22, Polres Ngada dengan score 69.43, Polres Rote Ndao dengan score 63.8, Polres Sabu Raijua dengan score 63.37, Polres Sikka dengan score 76.5, Polres Sumba Barat dengan score 69.18, Polres Sumba Barat Daya dengan score 77.62, Polres Timor Tengah Selatan dengan score 67.84, Polres Timor Tengah Utara dengan score 72.15, Polres Manggarai Barat dengan score 72.15 dan Polres Alor dengan score 68.49. Sementara Polres Nagekeo adalah satu-satunya Polres yang memperoleh penilaian kualitas rendah kategori D dengan interval nilai 32.00-53.99  dengan score 49.62. Hasil ini menunjukan adanya perubahan yang cukup baik dari hasil survei sebelumnya pada tahun 2021, yang masih ditemukan banyak Polres dengan hasil penilaian kepatuhan rendah.


Adapun beberapa Polres yang belum memperoleh score penilaian tinggi dan tertinggi disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut, pertama; Polres belum menyajikan informasi standar pelayanan secara elektronik baik itu melalui laman resmi Polres maupun maupun media elektronik lain, termasuk sosial media. Kedua; Polres belum memiliki standar pelayanan atas jenis layanan yang diselenggarakan. Ketiga; Polres belum memiliki sarana dan sistem pelayanan bagi pengguna layanan yang berkebutuhan khusus. Keempat; Polres belum memiliki sistem pengelolaan pengaduan sarana, mekanisme prosedur dan pejabat pengelola pengaduan. Kelima; Polres belum memiliki sarana pengukuran kepuasan masyarakat. Keenam; Anggota Polres belum memiliki pengetahuan dasar terkait pelayanan publik. Ketujuh; Polres belum memiliki kecukupan sumber daya manusia (SDM) maupun sarana prasarana penunjang pelayanan publik.


Saran Perbaikan

Dalam upaya mempercepat kepatuhan pemenuhan standar pelayanan publik  dan meningkatkan efektifitas pelayanan publik, ombudsman memberikan beberapa saran kepada para Kapolres antara lain pertama: Mendorong unit layanan agar memiliki sistem informasi pelayanan publik secara elektronik. Kedua; Mendorong pimpinan unit layanan agar menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana amanat UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Ketiga; Mendorong unit layanan agar menyediakan sarana dan sistem pelayanan bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus. Keempat; Mendorong unit layanan agar menyediakan sistem pengelolaan pengaduan berupa sarana/saluran, mekanisme prosedur dan menunjuk pejabat pengelola pengaduan masyarakat. Kelima; Mendorong unit layanan agar menyediakan sarana pengukuran kepuasan masyarakat dan rutin melakukan survei untuk mendapatkan masukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan. Keenam; Mendorong anggota pada unit masing-masing agar memiliki pemahaman dan pengetahuan terhadap konsep-konsep dasar pelayanan publik. Ketujuh; Mendorong pemenuhan SDM dan sarana prasarana penunjang pelayanan public di seluruh unit layanan.(DBD)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca juga