- #
- #PD
- #PDUI#
- Advokat Jhon Samurwaru
- Andre Lado
- AURI
- Baksos
- Bansos
- BANTUAN HUKUM GRATIS
- BEDA BUKU
- BI
- BISNIS
- BUMN
- Cagliari Bunga
- Daerah
- DAMKAR
- DANA DESA
- DPC P3HI Kota Kupang
- DPP MOI
- Dprd kota
- DPW MOI Provinsi NTT
- EKONOMI
- ekonomi/kemasyarakatan
- ekonomi/kesehatan
- Ekonomi/kreatif
- Galis Bunga
- Herry Battileo
- HUKRIM
- HUKUM
- HUKUM.
- HUT
- HUT RI
- HUT TNI
- Imelda Christina Bessie
- KAMIJO
- Kapolda NTT
- KEAMANAN DAN KETERTIBAN
- KEBERSIHAN
- kerja sama
- Kerja sama pemkot
- KERJA SAMA PEMPROV & TNI
- KERJA SAMA PEMPROV DAN TNI
- KESEHATAN
- KESHATAN
- KOMSOS
- komsos TNI
- KOPERASI
- KUNKER
- KURBAN
- LBH SURYA NTT
- MILITER
- Miranda Lay
- MOI NTT
- NASIONAL
- NASONAL
- Oknum Guru SDI Sikumana 3
- OLARAGA
- OLARAGAH
- OPINI
- PARAWISATA
- Pelantikan MOI NTT
- pelantikan/karantina
- PEMERINTAH
- Pemkot
- PEMKOT BEDA RUMAH
- PEMKOT DAN TNI
- Pemprov NTT
- pend
- PENDIDIKAN
- Penipuan
- perhub
- PERKARA
- Perlawanan Eksekusi
- pers ntt
- peternakan
- PKK
- PKK KOTA
- PKK KOTA KUPANG
- PMI
- POLDA NTT
- POLITIK
- POLRI
- Polsek Maulafa
- pramuka
- PROFIL
- pwoin
- pwoin ntt
- PWOIN-NTT
- Ramly Muda
- Rasional
- REGIONAL
- RELIGI
- Ripiah
- Sengketa Tanah
- SERBA-SERBI
- SEREMONIAL
- TMMD
- TNI
- TNI-POLRI
- TNI/POLRI
APBN, Family Office, dan Kedaulatan Finansial Indonesia Oleh: Ricky Ekaputra Foeh, M.M - Dosen FISIP UNDANA - Ahli Manajemen dan Administrasi
Kupang;Jejakhukumindonesia.com,Dalam tradisi keuangan negara, APBN selama ini diposisikan sebagai mekanisme fiskal tahunan untuk membiayai belanja negara. Pemerintah menarik pajak, menerbitkan surat utang, menerima PNBP, lalu menyalurkannya ke berbagai pos belanja. Model ini menghasilkan pembangunan, tetapi pada saat yang sama menempatkan negara dalam posisi pasif: tergantung pada penerimaan, lalu menghabiskannya. Pertanyaan mendasar kini muncul: apakah negara hanya akan menjadi pengelola anggaran, atau berani naik kelas menjadi pengelola kekayaan nasional seperti investor strategis dunia?
Di sektor privat, keluarga superkaya global membangun family office sebagai pusat kendali kekayaan lintas generasi—bukan sekadar perlindungan aset, tetapi ekspansi modal melalui investasi jangka panjang, manajemen risiko, dan penguatan struktur finansial. Rockefeller di Amerika, Li Ka-Shing di Hong Kong, hingga keluarga Hartono di Indonesia, semua membangun sistem pengelolaan kekayaan yang disiplin, fleksibel, dan berorientasi return.
Menariknya, negara-negara maju mulai meniru logika ini dalam skala nasional. Singapura membangun Temasek dan GIC, Norwegia mendirikan Oil Fund, Uni Emirat Arab mengoperasikan Mubadala dan ADIA, sementara China menggerakkan CIC (China Investment Corporation). Mereka tidak sekadar membelanjakan anggaran negara. Mereka mengkonversi sebagian aset negara menjadi kekuatan finansial yang dikelola seperti family office negara—lincah, strategis, dan global.
Menkeu Purbaya: “APBN tidak boleh diseret ke dalam logika private family office”
Meski gagasan ini mulai mengemuka di Indonesia, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tegas menyatakan penolakannya jika ada upaya memasukkan APBN secara langsung ke dalam struktur family office.
Dalam satu forum resmi, Purbaya menegaskan:
“APBN itu instrumen fiskal publik, bukan dana privat. Jangan dicampur dengan struktur family office. Family office itu urusan private wealth, APBN adalah uang rakyat dengan mandat konstitusional. Tidak boleh dicampur.”
Sikap ini mencerminkan kehati-hatian paradigma keuangan negara. Dari sisi hukum administrasi keuangan, APBN memang tunduk pada asas akuntabilitas publik, asas tahunan, dan asas keterbukaan fiskal. Dana yang bersumber dari APBN tidak bisa dialihkan ke entitas privat tanpa mekanisme akuntansi negara dan pengawasan BPK.
Namun di titik ini, perdebatan menjadi lebih strategis: yang ditolak Menkeu Purbaya adalah “APBN dijadikan bagian Family Office privat”, bukan ide bahwa negara dapat mengelola asetnya dengan logika family office yang lebih produktif. Artinya, ruang transformasi tetap terbuka asalkan dalam kerangka State Family Office atau Lembaga Pengelola Kekayaan Negara yang tunduk pada UU Keuangan Negara, bukan sekadar private holding tanpa akuntabilitas.
Belajar dari Negara yang Berhasil: Negara Sebagai Investor, Bukan Hanya Pembelanja
Negara-negara maju yang membangun Sovereign Wealth Fund (SWF) memahami satu hal: belanja negara tidak cukup untuk membangun kemandirian finansial. Aset harus dikelola, bukan hanya dibelanjakan. Temasek dan GIC mengelola kekayaan negara Singapura tanpa membebani APBN. Norwegia tidak memasukkan dana minyaknya ke belanja rutin, tetapi membangunnya menjadi aset finansial global. Uni Emirat Arab mengkonversi pendapatan migas ke dalam portofolio investasi dunia melalui ADIA dan Mubadala.
Kesamaannya: APBN tidak dimasukkan ke dalam family office privat, tetapi disalurkan sebagian sebagai modal awal ke lembaga kekayaan negara yang beroperasi dengan fleksibilitas ala private capital management.
Apakah Indonesia Siap?
Secara hukum keuangan publik, Indonesia bisa, asalkan:
1. APBN tidak dialihkan ke family office privat, tetapi dikonversi menjadi penyertaan modal strategis di lembaga negara seperti INA.
2. Akuntabilitas tetap melekat — diaudit BPK, dilaporkan ke DPR, namun dikelola non-birokratis seperti Temasek dan CIC.
3. Konglomerasi nasional dapat diajak melalui skema co-investment, bukan penggabungan aset. Negara tetap pemegang mandat publik, bukan pemain privat.
Penutup: Saatnya Negara Berpindah dari “Budget Thinking” ke “Wealth Thinking”
Indonesia tidak mungkin mencapai kedaulatan finansial jika terus menerjemahkan APBN hanya sebagai “belanja negara”. Jika Singapura bisa mengubah anggaran menjadi aset global, dan Norwegia mampu mengubah pendapatan minyak menjadi dana abadi untuk generasi masa depan, maka Indonesia pun bisa—dengan syarat: berani mengubah paradigma fiskal.
APBN memang tidak boleh dimasukkan ke family office privat—as warned by Menkeu Purbaya. Tetapi negara tetap bisa, dan harus, mengelola sebagian kekayaannya dengan logika family office negara.
Bukan untuk menggantikan APBN, tetapi untuk memperkuatnya.
Inilah jalan menuju kedaulatan finansial Indonesia.(**)