Ombudsman NTT: Mengawal Penyaluran BBM Bersubsidi di NTT

 

KUPANG;Jejakhukumindonesia.com,Kepala Ombudsman RI perwakilan NTT menghadiri undangan Gubernur NTT dalam rangka membahas pengawasan terhadap penyaluran BBM di wilayah Provinsi NTT bertempat di Lantai II Gedung Sasando Kantor Gubernur NTT. Baru baru ini.


Rapat tersebut dipimpin Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda NTT, Dra. Flouri Rita Wuisan, MM dan dihadiri Kepala Biro Perekonomian, Aleks Koroh,  Sales Branch Manager Retail NTT Pertamina Patra Niaga Dany Sanjaya, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) DPC Nusa Tenggara Timur, F. X. Alain Niti Susanto,  Dinas ESDM Provinsi, Dinas Perdagangan Provinsi dan Kabag Ekonomi/SDA Kota Kupang.


 Ketika memulai rapat ini, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda NTT, Dra. Flouri Rita Wuisan, MM menyatakan Gubernur NTT telah menerima keluhan langsung dari warga terkait penyaluran BBM Bersubsidi yang perlu mendapat atensi semua pihak terkait Terutama penyaluran melalui Pertamini dan botol eceran yang diduga telah tercampur air atau bahan lain. Karena itu tujuan rapat ini antara lain memberi masukan kepada pemerintah daerah guna mengambil kebijakan yang dipandang perlu untuk melakukan perbaikan tata kelola penyaluran BBM khususnya BBM bersubsidi di wilayah Provinsi NTT." jelas Rita wuisan.


Kabag Ekonomi/SDA Kota Kupang dalam rapat tersebut menyampaikan bahwa semua Pertamini di wilayah Kota Kupang tidak diberikan ijin usaha sehingga keberadaan Pertamini belum terdata secara baik dan dianggap illegal." tambah Kabag.


Kepala Ombudsman NTT Ketika diberi kesempatan menyampaikan saran terkait berbagai permasalahan yang terjadi terkait penyaluran BBM Bersubsidi di NTT saya menegaskan bahwa pemerintah harus hadir dalam soal penyaluran BBM Bersubsidi termasuk mengambil keputusan yang tegas oleh karena BBM adalah kebutuhan vital warga. Sebagai informasi, bahwa substansi keluhan masyarakat NTT terkait penyaluran BBM khususnya BBM Bersubsidi (Pertalite dan Bio Solar) baik yang dilaporkan atau tidak dilaporkan ke Kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT adalah sebagai berikut, 

pertama; Ketersediaan stok BBM, terutama di Kabupaten Sabu Raijua, Rote Ndao dan Lembata.

 Kedua; BBM Bersubsidi (Pertalite dan Bio Solar) diperjualbelikan dengan tujuan mencari keuntungan oleh selain penyalur/SPBU dalam hal ini oleh Pom Mini/Pertamini dan botol eceran dengan harga yang ditetapkan sendiri. Meski stok BBM dilaporkan habis di SPBU namun penjualan BBM eceran sangat marak dengan harga per berkisar Rp 15.000- Rp.40.000/botol. Hal ini terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota. Meskipun penjualan seperti ini menimbulkan dampak positif  berupa peningkatan ekonomi masyarakat setempat  dan sangat membantu dalam hal terbatasnya jumlah penyalur/SPBU dan waktu pelayanan SPBU yang tidak 24 jam,  keadaan ini menimbulkan kerugian bagi konsumen BBM Bersubsidi karena;  a. harga BBM per liter bisa saja melampaui tarif yang ditetapkan Pertamina. b. potensi spesifikasi BBM tidak lagi sesuai dengan produk BBM Pertamina sebagaimana hasil uji Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi/LEMIGAS sesuai dengan standar spesifikasi yang dikeluarkan oleh Ditjen Migas Kementerian ESDM. (BBM oplosan). Sebab kualitas BBM yang tersedia di Pertamini dan botol eceran tidak dibawah pengawasan PT Pertamina Patra Niaga. Titik serah BBM dari PT Pertamina Patra Niaga hanya sampai di SPBU. Sehingga pemeriksaan kualitas BBM yang dilakukan Pertamina hanya berakhir di tangki timbun BBM di SPBU. c. menimbulkan kerusakan kendaraan bermotor. d. Jaminan keamanan dan keselamatan konsumen saat pengisian BBM semisal kebakaran atau hal lain.

 Ketiga; BBM tercampur air. Keluhan ini terjadi khusus di Kota Kupang baik oleh penyalur/SPBU maupun pom mini/Pertamini. Sejumlah kendaraan roda dua dan empat dilaporkan mengalami kerusakan setelah mengisi BBM di SPBU dan Pertamini tertentu. 

Keempat: BBM Bersubsidi dijual ke Timor Leste. Para eksportir diduga membawa solar subsidi ke Timor Leste untuk diperjualbelikan dengan modus tambahan tangki mobil tronton yang bisa menampung 200 liter BBM. Padahal SPBU seharusnya menyalurkan BBM bersubsidi sesuai kuota yang ditetapkan pemerintah per hari/kendaraan sbb; Kuota Bio Solar: Roda 4 (Mobil Pribadi) : 60 L. Roda 4 (Mobil Barang) : 80 L. Roda 6 atau lebih : 200 L. Sedangkan Kuota Pertalite :Roda 4 : 120 L. Roda 2 : 10 L. Artinya ada dugaan penyaluran BBM oleh penyalur/SPBU menyimpang dari kuota harian per kendaraan."ungkap ombudsman 


Lebih lanjut Terhadap berbagai keluhan masyarakat NTT tersebut, maka sebagai upaya bersama untuk memperbaiki tata kelola penyaluran BBM yang lebih baik sehingga seluruh masyarakat NTT bisa memperoleh BBM dengan kualitas yang terjamin, harga yang stabil sesuai ketentuan pemerintah, penyaluran yang memenuhi standar keamanan dan keselamatan serta penyaluran BBM Bersubsidi lebih tepat sasaran, kami memandang perlu untuk menyampaikan beberapa saran kepada Pemerintah Provinsi/kabupaten/kota sebagai berikut,

 Pertama; menerbitkan keputusan tentang  larangan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan nonsubsidi secara eceran yang menggunakan fasilitas Pertamini dan wadah lainnya dalam wilayah masing-masing. Keputusan larangan penjualan BBM Bersubsidi secara eceran tersebut mengacu pada; 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah sebagian dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (pedagang pertamini adalah pedagang yang tidak memiliki izin usaha menjual BBM sehingga merugikan konsumen. Oleh karena itu, sangat bertentangan dengan hak-hak konsumen. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nasional mengatur tentang standar nasional untuk keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan. 5. Surat Edaran Menteri ESDM No 14. E/HK.03/DJM/2021. 6. Surat Edaran Dirjen Migas B-5214/2021. 7. Surat Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementrian Perdagangan RI Nomor: 211/SPK/SD/10/2015 tgl 23 Oktober 2015 perihal Legalitas Usaha Pertamini yang ditujukan kepada Kepala Dinas Perdagangan Provinsi/kabupaten/kota yang menegaskan bahwa keberadaan Pertamini tidak sesuai ketentuan yang berlaku dan alat ukur tersebut tidak termasuk lingkup metrologi legal yang berpotensi merugikan konsumen. 

Kedua; berkoordinasi ke BPHMigas dalam hal terjadi keterbatasan penyalur di daerah. Bagi daerah yang belum memiliki penyalur/SPBU dalam jarak tertentu, ada opsi untuk menjadi sub penyalur. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi RI Nomor: 1 tahun 2024 (mengganti Peraturan BPHMigas nomor 6 tahun 2015) tentang Penyaluran Jenis BBM tertentu dan BBM Khusus Penugasan pada sub penyalur di daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar atau Terpencil. 

Lanjutnya lagi Terhadap saran-saran tersebut, Pemerintah Provinsi NTT akan mengkaji lebih lanjut guna mengambil kebijakan sesuai ketentuan selain akan membentuk Satgas khusus untuk melakukan pengawasan BBM Bersubsidi."tegas Darius.

Saya menyampaikan terima kasih kepada Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda NTT, Dra. Flouri Rita Wuisan, MM atas rapat hari ini.  Mari terus bersinergi membangun NTT." Harapannya (*/OBN)



Baca juga